Pemimpin umat Katolik Roma sedunia Paus Benediktus XVI menyampaikan pernyataan mengejutkan tentang kelahiran Yesus Kristus.
Laman Telegraph melansir pernyataan Paus bahwa perhitungan tentang kelahiran Yesus yang selama ini diyakini adalah keliru. Yesus lahir beberapa tahun lebih awal dari yang selama ini diyakini.
Menurut Paus, kalender Masehi yang digunakan untuk membuat perhitungan hari kelahiran Yesus itu tak tepat.
Ia mengungkapkan bahwa kesalahan tersebut dilakukan oleh seorang biarawan bernama Dionysius Exiguus di abad ke-6. Demikian diungkapkan Paus melalui buku berjudul “Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives”, yang diluncurkan, Rabu (21/11/2011).
“Penghitungan awal kalender kami, yang didasarkan pada kelahiran Yesus, dibuat oleh Dionysius Exiguus. Yang ternyata telah membuat kesalahan dalam penghitungannya, dimana mengalami perbedaan sekitar beberapa tahun,” tulis Paus dalam bukunya, seperti dilansir The Telegraph, Kamis (22/11/2012).
“Tanggal kelahiran Yesus sebenarnya lebih cepat beberapa tahun,” ujar Paus menambahkan.
Dionysius Exiguus atau ‘Dennis the Small”, selama ini diberi gelar sebagai ‘penemu’ kalender modern dan konsep era Anno Domini atau yang dikenal sebagai AD.
Tak hanya itu, ia juga dikenal telah menciptakan sistem baru untuk membagi jarak pada kalender saat itu, yang masih berpatokan pada tahun saat dimulainya pendudukan Kekaisaran Roma, Diocletian.
Kekaisaran itulah yang menganiaya penganut Kristen, sehingga sistem penghitungannya diganti dengan sistem yang baru dengan didasarkan pada kelahiran Yesus.
Kalender yang diciptakan Dionysius itulah yang kemudian diberlakukan secara luas di wilayah Eropa. Setelah diadopsi oleh seorang biarawan bernama Venerable Bede.
Meski demikian, bagaimana cara Dionysius menghitung kelahiran Yesus juga tidak jelas.
Isu soal salah penghitungan hari lahir Yesus sebenarnya bukanlah hal baru. Terutama di kalangan akademisi dunia. Sebelumnya banyak sejarawan yang meyakini, bahwa Yesus sebenarnya lahir antara 7 Masehi hingga 2 Masehi atau antara 6 Masehi sampai 4 Masehi.
Permasalahan itulah yang kembali diangkat oleh Paus melalui buku terbarunya. Kitab Injil sendiri tidak menyebutkan secara mendetil tanggal kelahiran Yesus.
Dionysius diduga melakukan penghitungan berdasarkan usia Yesus memulai pelayanan, dan fakta ketika Yesus “dibaptis” saat masa Kekaisaran Tiberius.
“Tidak ada referensi tentang kapan Yesus lahir di dalam Alkitab, kita semua tahu Yesus lahir saat masa kepemimpinan Herodes, yang meninggal sebelum tahun 1 AD. Telah disimpulkan sejak lama bahwa Yesus lahir sebelum 1 AD, namun tak ada yang tahu pasti,” ujar Profesor Penafsiran Kitab Suci pada Oriel College, Oxford University.
Dalam bukunya, Paus juga mengangkat soal kontroversi lainnya. Seperti soal lokasi kelahiran Yesus, yang selama ini diyakini di sebuah kandang ternak tradisional. Kemudian juga soal tempat kelahiran Yesus, yang diyakini lahir di Nazareth bukan di Bethlehem.
Sebenarnya, soal kekeliruan Yesus yang dalam Islam adalah Nabi Isa ‘Alaihissalam ini, tak hanya pada penghitungan tahun, tapi juga bermasalah dalam tanggal dan bulannya.
Sejumlah sejarawan mengungkapkan ditemukannya dokumen yang menyebut Isa as lahir saat panen tiba, dimana digambarkan kicau burung yang ramai. Itu sebagai bantahan, bahwa mustahil Yesus lahir pada bulan Desember, karena, itu adalah saat musim dingin.
Melihat dokumen itu, Yesus diprediksi lahir antara bulan Maret, April, Mei dan Juni. Sedang 25 Desember adalah kepercayaan kaum pagan Yunani-Romawi kuno sebagai tanggal kelahiran anak dewa matahari.
Gereja Barat, memang, merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, sementara Gereja Timur tidak mengakui Natal pada 25 Desember tersebut. Lucunya, di tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II sendiri telah mengumumkan kepada umatnya jika Yesus sebenarnya tidak dilahirkan pada 25 Desember.
Kata Paus, tanggal itu dipilih karena merupakan perayaan tengah-musim dingin kaum pagan (penyembah berhala) Romawi kuno. Saat itu umat Katolik gempar. Padahal banyak sejarawan telah menyatakan bahwa 25 Desember tersebut sebenarnya merupakan kepercayaan masyarakat Yunani kuno (yang mempercayainya) sebagai tanggal kelahiran banyak dewa pagan seperti Osiris, Attis, Tammuz, Adonis, Dionisius, dan lain-lain.
Kisah yang sesungguhnya tentang hari Natal ini juga bisa kita simak dari pernyataan Pastor Herbert W. Amstrong, sejarawan Kristen yang menentang banyak hal tentang Natal pada tanggal 25 Desember.
Yang banyak orang tidak tahu, keseluruhan dasar bangunan kekristenan sekarang ini sesungguhnya dibangun atas kerangka dasar ritus pembaruan Osirian di Mesir kuno.
Lalu, jika kaum Kristiani merayakan 25 Desember sebagai “hari kelahiran Yesus”–yang padahal diakui Paus Yohanes Paulus II sendiri sebagai perayaan kaum Pagan atas dewa mereka–maka, itu pada hakikatnya adalah merayakan “hari kelahiran Dewa Matahari”. Meskipun memang, terasa aneh, “tuhan” (Yesus) dan dewa “lahir”, lalu “dirayakan” kelahirannya. (liputan6.com)–salam-online
Laman Telegraph melansir pernyataan Paus bahwa perhitungan tentang kelahiran Yesus yang selama ini diyakini adalah keliru. Yesus lahir beberapa tahun lebih awal dari yang selama ini diyakini.
Menurut Paus, kalender Masehi yang digunakan untuk membuat perhitungan hari kelahiran Yesus itu tak tepat.
Ia mengungkapkan bahwa kesalahan tersebut dilakukan oleh seorang biarawan bernama Dionysius Exiguus di abad ke-6. Demikian diungkapkan Paus melalui buku berjudul “Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives”, yang diluncurkan, Rabu (21/11/2011).
“Penghitungan awal kalender kami, yang didasarkan pada kelahiran Yesus, dibuat oleh Dionysius Exiguus. Yang ternyata telah membuat kesalahan dalam penghitungannya, dimana mengalami perbedaan sekitar beberapa tahun,” tulis Paus dalam bukunya, seperti dilansir The Telegraph, Kamis (22/11/2012).
“Tanggal kelahiran Yesus sebenarnya lebih cepat beberapa tahun,” ujar Paus menambahkan.
Dionysius Exiguus atau ‘Dennis the Small”, selama ini diberi gelar sebagai ‘penemu’ kalender modern dan konsep era Anno Domini atau yang dikenal sebagai AD.
Tak hanya itu, ia juga dikenal telah menciptakan sistem baru untuk membagi jarak pada kalender saat itu, yang masih berpatokan pada tahun saat dimulainya pendudukan Kekaisaran Roma, Diocletian.
Kekaisaran itulah yang menganiaya penganut Kristen, sehingga sistem penghitungannya diganti dengan sistem yang baru dengan didasarkan pada kelahiran Yesus.
Kalender yang diciptakan Dionysius itulah yang kemudian diberlakukan secara luas di wilayah Eropa. Setelah diadopsi oleh seorang biarawan bernama Venerable Bede.
Meski demikian, bagaimana cara Dionysius menghitung kelahiran Yesus juga tidak jelas.
Isu soal salah penghitungan hari lahir Yesus sebenarnya bukanlah hal baru. Terutama di kalangan akademisi dunia. Sebelumnya banyak sejarawan yang meyakini, bahwa Yesus sebenarnya lahir antara 7 Masehi hingga 2 Masehi atau antara 6 Masehi sampai 4 Masehi.
Permasalahan itulah yang kembali diangkat oleh Paus melalui buku terbarunya. Kitab Injil sendiri tidak menyebutkan secara mendetil tanggal kelahiran Yesus.
Dionysius diduga melakukan penghitungan berdasarkan usia Yesus memulai pelayanan, dan fakta ketika Yesus “dibaptis” saat masa Kekaisaran Tiberius.
“Tidak ada referensi tentang kapan Yesus lahir di dalam Alkitab, kita semua tahu Yesus lahir saat masa kepemimpinan Herodes, yang meninggal sebelum tahun 1 AD. Telah disimpulkan sejak lama bahwa Yesus lahir sebelum 1 AD, namun tak ada yang tahu pasti,” ujar Profesor Penafsiran Kitab Suci pada Oriel College, Oxford University.
Dalam bukunya, Paus juga mengangkat soal kontroversi lainnya. Seperti soal lokasi kelahiran Yesus, yang selama ini diyakini di sebuah kandang ternak tradisional. Kemudian juga soal tempat kelahiran Yesus, yang diyakini lahir di Nazareth bukan di Bethlehem.
Sebenarnya, soal kekeliruan Yesus yang dalam Islam adalah Nabi Isa ‘Alaihissalam ini, tak hanya pada penghitungan tahun, tapi juga bermasalah dalam tanggal dan bulannya.
Sejumlah sejarawan mengungkapkan ditemukannya dokumen yang menyebut Isa as lahir saat panen tiba, dimana digambarkan kicau burung yang ramai. Itu sebagai bantahan, bahwa mustahil Yesus lahir pada bulan Desember, karena, itu adalah saat musim dingin.
Melihat dokumen itu, Yesus diprediksi lahir antara bulan Maret, April, Mei dan Juni. Sedang 25 Desember adalah kepercayaan kaum pagan Yunani-Romawi kuno sebagai tanggal kelahiran anak dewa matahari.
Gereja Barat, memang, merayakan Natal pada tanggal 25 Desember, sementara Gereja Timur tidak mengakui Natal pada 25 Desember tersebut. Lucunya, di tahun 1994, Paus Yohanes Paulus II sendiri telah mengumumkan kepada umatnya jika Yesus sebenarnya tidak dilahirkan pada 25 Desember.
Kata Paus, tanggal itu dipilih karena merupakan perayaan tengah-musim dingin kaum pagan (penyembah berhala) Romawi kuno. Saat itu umat Katolik gempar. Padahal banyak sejarawan telah menyatakan bahwa 25 Desember tersebut sebenarnya merupakan kepercayaan masyarakat Yunani kuno (yang mempercayainya) sebagai tanggal kelahiran banyak dewa pagan seperti Osiris, Attis, Tammuz, Adonis, Dionisius, dan lain-lain.
Kisah yang sesungguhnya tentang hari Natal ini juga bisa kita simak dari pernyataan Pastor Herbert W. Amstrong, sejarawan Kristen yang menentang banyak hal tentang Natal pada tanggal 25 Desember.
Yang banyak orang tidak tahu, keseluruhan dasar bangunan kekristenan sekarang ini sesungguhnya dibangun atas kerangka dasar ritus pembaruan Osirian di Mesir kuno.
Lalu, jika kaum Kristiani merayakan 25 Desember sebagai “hari kelahiran Yesus”–yang padahal diakui Paus Yohanes Paulus II sendiri sebagai perayaan kaum Pagan atas dewa mereka–maka, itu pada hakikatnya adalah merayakan “hari kelahiran Dewa Matahari”. Meskipun memang, terasa aneh, “tuhan” (Yesus) dan dewa “lahir”, lalu “dirayakan” kelahirannya. (liputan6.com)–salam-online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar