Selasa, 01 Januari 2013

Shalat Sunat Rawatib: Jenis-Jenis dan Keutamaannya

Shalat sunat adalah shalat yang jika dikerjakan mendapatkan pahala dan bila tidak dilakukan tidak apa-apa (tidak mendapatkan pahala ataupun dosa). Fungsi shalat sunat, selain kian mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan pahala amal sholeh, juga untuk “menutupi kekurangan” dalam amaliah shalat wajib. Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya amal yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, ia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Bila shalatnya rusak, ia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah, apakah ia memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka, shalat sunnah tersebu…t akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
“Sesungguhnya pertama kali yang dihisab (ditanya dan diminta pertanggungjawaban) dari segenap amalan seorang hamba di hari kiamat kelak adalah shalatnya. Bila shalatnya baik maka beruntunglah ia dan bilamana shalatnya rusak, sungguh kerugian menimpanya” (HR. Tirmidzi).
“Bilamana shalat seseorang itu baik maka baik pula amalnya, dan bilamana shalat seseorang itu buruk, maka buruk pula amalnya.” (HR. Ath-Thabarani).
Shalat Rawatib
Shalat sunat banyak jenisnya. Terpopuler adalah shalat sunat rawatib, yaitu shalat sunat yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat fardhu/wajib, juga dikenal sebagai shalat qobliyah (sebelum shalat fardhu) dan shalat ba’diyah (sesudahnya).
“Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah, ikhlas karena Allah, sebanyak 12 rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim).
“Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah 12 rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu 4 sebelum zhuhur, 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah Isya`, dan 2 rakaat sebelum Subuh.” (HR. At-Tirmizi dan An-Nasai).
“Aku menghafal sesuatu dari Nabi Saw berupa shalat sunnat 10 rakaat, yaitu; 2 raka’at sebelum shalat Dhuhur, 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah shalat Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah shalat Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum shalat Subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam sebuah riwayat keduanya: “Dua rakaat setelah (shalat) Jumat.” Dalam riwayat Muslim, “Adapun pada shalat Maghrib, isya, dan Jum’at, maka Nabi r mengerjakan shalat sunnahnya di rumah.”
“Semoga Allah merahmati seseorang yang mengerjakan shalat (sunnah) empat raka’at sebelum Ashar.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi).
Jenis-Jenis Rawatib
Dengan demikian, shalat sunat rawatib itu terdiri dari:
1. Qobliyah Subuh; 2 rakaat sebelum Subuh. Setelah Subuh tidak ada shalat sunat.
2. Qobliyah Dhuhur; 2 rakaat sebelum dhuhur, boleh juga 4 rakaat.
3. Ba’diyah Dhuhur;  2 rakaat setelah Dhuhur.
4. Qobliyah Ashar; 4 rakaat sebelum Ashar. Setelah Ashar tidak ada shalat sunat.
5. Qobliyah Jumat; 2 rakaat setelah Jumat.
6. Ba’diyah Magrib; 2 rakaat setelah Magrib.
7. Ba’diyah Isya; 2 rakaat setelah Isya.
Para ulama membolehkan shalat sunat selain yang di atas, yakni:
8. Qobliyah Magrib; 2 rakaat sebelum Magrib.
9. Qobliyah Isya; 2 rakaat sebelum Isya.
“Di antara setiap dua adzan (azan dan iqamah) itu ada shalat (sunnah).” Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Dan pada kali yang ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa saja yang mau mengerjakannya.” (H. Bukhari dan Muslim).
Rawatib yang tidak ada (terlarang) adalah Ba’diyah Ashar dan Ba’diyah Subuh. karena kedua waktu itu termasuk dari lima waktu terlarang untuk shalat.
“Orang-orang yang diridhai mempersaksikan kepadaku dan di antara mereka yang paling aku ridhai adalah ‘Umar, (mereka semua mengatakan) bahwa Nabi Saw melarang shalat setelah Shubuh hingga matahari terbit dan setelah ‘Ashar sampai matahari terbenam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Qobliyah Jumat
Bagaimana dengan shalat sunat Qobliyah Jumat? Tentang masalah ini para ulama berbeda pendapat (khilafiyah), aya yang membid’ahkan, tapi ada juga yang menyebutnya sunat –diqiyashkan kepada Qobliyah Dhuhur. Pendapat terpopuler: tidak ada Qobliyah Jumat.
Yang disepakati adalah shalat sunat tahiyatul masjid (2 rakaat) dan shalat sunat mutlak dua rokaat atau lebih, sebelum khotib naik mimbar. Setelah khotib naik mimbar, tidak boleh shalat apa pun, kecuali shalat sunah tahiyatul masjid (penghormatan kepada masjid) bagi makmum yang baru datang (masuk masjid).
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:“ Sulaik Al-Ghathfani pernah datang pada hari Jum’at ketika Rasulullah Saw tengah menyampaikan khutbah, lalu dia duduk, maka beliau Saw berkata kepadanya: ‘Wahai Sulaik, berdiri dan kerjakanlah shalat dua raka’at dan bersegera dalam mengerjakannya’. Kemudian beliau Saw bersabda. “Jika salah seorang diantara kalian datang pada hari Jum’at sedang imam tengah berkhutbah maka hendaklah dia mengerjakan shalat dua raka’at dan hendaklah dia bersegera dalam mengerjakan keduanya ” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam.
sumber warnaislam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar