Tidak banyak yang mengetahui sejarah Bank Indonesia, apalagi
mengetahui siapa pemilik Bank Indonesia. Bank Indonesia bukan milik
Negara Indonesia, apalagi milik Rakyat Indonesia. Sejatinya Bank
Indonesia itu milik IMF!
Karenanya jangan berharap Negara Indonesia bisa mencetak uang
sendiri. Danjangan harap rakyat negeri ini bisa menikmati hidup layak.
Hingga darah menetes habis dari tubuh ke tanah, kesenjangan sosial dan
pemiskinan tak akan pernah tuntas dari negeri ini. Satu-satunya solusi
adalah keluar dari IMF dan membuat uang sendiri!
Bank sentral, umumnya adalah perusahaan swasta yang diberi monopoli
mencetak uang. Bank Sentral Republik Indonesia, semula adalah Bank
Nasional Indonesia 46 atau BNI 46. BNI 46, didirikan oleh Presiden
Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Namun dipaksa diganti menjadi
Nedherland Volkskrediet (NV) DeJavasche Bank.
Bank NV DeJavasche adalah Bank milik penjajah Belanda. Atas dukungan
internasional (Yahudi Internasional) menolak dan membekukan BNI 46. Dan
memaksa Negara Indonesia mendirikan Bank Republik Indonesia (BRI),
sebagai pengganti NV DeJavasche Bank yang memiliki monopoli kebijakan
keputusan hutang dan tunduk serta dibawah naungan IMF.
Berikut kronologi terbentuknya Bank Negara Indonesia atau BNI.
Saat Indonesia merdeka, Soekarno-Hatta memutuskan untuk mendirikan
bank sentral, yaitu Bank Negara 1946. Terbitkan “Oeang Repoeblik
Indonesia (ORI). ORI terbit dengan satuan 1 sen samapi Rp 100. Nilai
setiap 2 rupiah dijamin dengan 1 gram emas. UU no 19/1946.
Atas berdirinya BNI, Pemerintah penjajah Belanda, dan bankir
internasional lain, menolak keberadaan Negara Republik Indonesia NKRI
dan BNI 46, sekaligus juga menolak ORI. Buntut dari ditolaknya
Kemerdekaan RI, agresi militer, dilakukan oleh Negara imperialis yaitu
Amerika, Inggris, Perancis dan memberikan boncengan Belanda masuk
kembali ke Indonesia.
Akhirnya Indonesia dipaksa lewat perundingan, Konferensi Meja Bundar
1949, Negara Republik Indonesia akan diakui dengan beberapa syarat.
Pertama, utang pemerintah hindia Belanda, harus diambilalih
oleh RI muda. Nilainya 4 milar dolar AS. Saat proklamasi NKRI tidak
memiliki utang sedikitpun. Kedua dengan dalih agar bisa mengambil alih hutang pemerintah penjajah Belanda, BNI 46 harus dihentikan sebagai bank sentral. Ketiga
mengganti BNI 46 dengan De Javasche Bank (yg dulunya milik
bankir-bankir kompeni dari keturunan Yahudi) , bank ini kemudian
berganti nama menjadi Bank Indonesia (BI).
Dengan BNI 46 diganti NV DeJavasche Bank, ORI dihentikan, diganti
dengan Uang Bank Indonesia (UBI), sejak 1952. Begitu diakui, tahun 1949,
rupiah dipatok sebesar 3.8 per dolar AS. Melorot ke Rp 11.4 per dolar
pada 1952, saat ORI diganti menjadi UBI. Saat itulah dimulainya
penjajahan jenis baru di negeri ini.
Pada 1965, Presiden Soekarno, memutuskan keluar dari PBB, IMF dan
Bank Dunia. Perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasi. Karena
keberaniannya itu, tahun 1967 pemerintahan Soekarno diakhiri oleh
konspirasi para bankir, penguasa dan politisi internasional, termasuk
Amerika Serikat dengan jalan “kudeta oleh Soeharto”.
Pada tahun 1967 pula, dimulai ‘pembangunan’ oleh Orde Baru, dengan
modal dari IMF, Bank Dunia, dan konsorsium bank lainnya. BI sebagai
‘dompetnya’. Konsensus ini dilakukan di Negara Swiss, termasuk
memberikan tambang emas Freeport di Irian Barat, sekarang Papua pada
Amerika.
Sejak itu, dari tahun ke tahun, hutang Indonesia membengkak. Pada
2013, mendekati Rp 2000 triliun. 1999, BI dilepas dari Pemerintah RI,
dan langsung di bawah kendali IMF. Gubernur BI tidak lagi bagian dari
Kabinet RI, tidak akuntable kepada Pemerintah RI, apalagi kepada rakyat
RI. Dibiayai bukan dari APBN.
Bank sentral umumnya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan swasta.
Detik ini orang masih bertanya: mengapa pemerintah tidak mencetak uang
sendiri?
Bank sentral yang tidak langsung dimiliki swasta, “disembunyikan”, di
balik undang-undang, sebagai ‘bagian dari negara’. Tapi independen 100
persen.
BI Milik siapa? Jadi misteri. Kalau milik negara, mestinya berupa
BUMN, masuk APBN, akuntable terhadap rakyat. Meski tidak mengeluarkan
saham, BI, mengeluarkan ‘Sertifikat BI’, yang tentu saja dimiliki bank
komersial. Sekitar 50 persen, sertifikat BI sekarang milik asing.
Semantara itu, tugas pokok BI, untuk menjaga nilai rupiah tidak
pernah bisa dilakukan. Nilai rupiah sudah hancur lebur, hilang 99 persen
nilainya.
Janji bahwa nilai Rp 2 rupiah = 1 gram emas yang dicanangkan Presiden
Soekarno para imperialis, kapitalis internasional dan antek-anteknya.
Hari ini 1 gram emas setara dengan Rp 520.000. Rakyat RI mengalami 250
ribu kali pemiskinan.
Untuk nutupi kegagalan itu, BI, seperti bankir di manapun, akan
melakukan redenominasi. Hari ini redenominasi sudah di mulai. Targetnya,
memasuki tahun 2014, akan ada uang baru dengan nulai baru yang lebih
memiskinkan rakyat, bangsa dan negeri ini dalam kubangan kemiskinan yang
semakin parah.
Bagaimana dengan Bank Sentral negara lain?
Marilah kita ambil bank sentral paling berpengaruh saat ini, yaitu
Federal Reserve AS, yang menerbitkan dolar AS. Saham terbesar Federal
Reserve of America ni dimiliki oleh dua bank besar, yaitu Citibank (15%)
dan Chase Manhattan (14%). Sisanya dibagi oleh 25 bank komersial
lainnya, antara lain Chemical Bank (8%), Morgan Guaranty Trust (9%) ,
Manufacturers Hannover (7%), dsb. Sampai pada tahun 1983 sebanyak 66%
dari total saham Federal Reserve AS ini, setara dengan 7.005.700 saham,
dikuasai hanya oleh 10 bank komersial, sisanya 44% dibagi oleh 17 bank
lainnya.
Bahkan, kalau dilihat dengan lebih sederhana lagi, 53% saham Federal
Reserve AS dimilik hanya oleh lima besar yang disebutkan di atas.
Bahkan, kalau diperhatikan benar, saham yang menentukan pada Federal
Reserve Bank of New York, yang menetapkan tingkat dan skala operasinya
secara keseluruhan berada di bawah pengaruh bank-bank yang secara
langsung dikontrol oleh ‘London Connection’, yaitu, Bank of England,
yang dikuasai oleh keluarga Rothschild.
Sama halnya dengan bank-bank sentral di berbagai negara lain, namanya
berbau nasionalis, tapi pemilikannya adalah privat. Bank of England,
sudah disebutkan sebelumnya, bukan milik rakyat Inggris tapi para bankir
swasta, yang sejak 1825 sangat kuat di bawah pengaruh satu pihak saja,
keluarga Rothschild. Pengambilalihan oleh keluarga ini terjadi setelah
mereka mem-bail out utang negara saat terjadi krisis di Inggris.
Deutsche Bundesbank bukanlah milik rakyat Jerman tapi dikuasai oleh
keluarga Siemens dan Ludwig Bumberger.
Hong Kong and Shanghai Bank bukan milik warga Hong Kong tapi di bawah
kontrol Ernest Cassel. Sama halnya dengan National Bank of Marocco dan
National Bank of Egypt didirikan dan dikuasai oleh Cassel yang sama,
bukan milik kaum Muslim Maroko atau Mesir. Imperial Ottoman Bank bukan
milik rakyat Turki melainkan dikendalikan oleh Pereire Bersaudara,
Credit Mobilier, dari Perancis. Demikian seterusnya.
Jadi, ‘Bank-bank Nasional’ seperti ini, sebenarnya, adalah sindikat
keuangan inter-nasional, modal ‘antar-bangsa’ yang secara riel tidak ada
dalam bentuk aset nyata (specie) apa pun, kecuali dalam bentuk
angka-angka nominal di atas kertas atau byte yang berkedap-kedip di
permukaan layar komputer. Bank-bank ini sebagian besar dimiliki oleh
keluarga-keluarga yang sebagian sudah disebutkan di atas.
Utang-utang yang mereka berikan kepada pemerintahan suatu negara
tidak pernah diminta oleh rakyat negara tempat mereka beroperasi tapi
dibuat oleh pemerintahan demokratis yang mengatasnamakan warga negara.
Mereka, para bankir ini, adalah orang-orang yang tidak dipilih, tak
punya loyalitas kebangsaan, dan tidak akuntabel, tetapi mengendalikan
kebijakan paling mendasar suatu negara. Dan, setiap kali mereka
menciptakan kredit, setiap kali itu pula mereka mencetak uang baru dari
byte komputer belaka.
Nasehat saya, rakyat sebaiknya bertindak sendiri, jaga harta, amankan
daya beli. Tinggalkan uang kertas, gunakan Dinar emas dan Dirham perak.
/* Tambahan dari saya (muhara), jangan memberi riba dan jangan menerima riba. Initnya jauhi riba.
Diriwayatkan oleh Zaim Saidi, dari wakalanusantara.com dan siaga.co .
sumber:http://muhara.wordpress.com/2014/01/05/misteri-bank-indonesia,
tentang kita kita
Sabtu, 03 Mei 2014
Sabtu, 08 Februari 2014
Daun Katuk Bangkitkan Vitalitas Seks
Banyak tanaman Indonesia yang saat ini telah digunakan secara luas untuk berbagai tujuan pengobatan, selain dikonsumsi sebagai sayur. Salah satunya daun katuk.
Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus adrogynus (L) Merr, famili Euphorbiaceae. Sebutan lain untuk daun katuk adalah memata (Melayu), simani (Minangkabau), kebing dan katukan (Jawa), serta kerakur (Madura).
Campuran makanan
Sejauh ini dikenal dua jenis tanaman katuk, yakni katuk merah dan katuk hijau. Katuk merah masih banyak dijumpai di hutan belantara. Sebagian pehobi tanaman hias mencoba menanam karena tertarik pada warna daunnya yang hijau kemerah-merahan.
Katuk hijau banyak digunakan untuk keperluan konsumsi, yaitu sebagai sayuran dan obat-obatan. Di Indonesia daun katuk lazim dimanfaatkan untuk melancarkan air susu ibu (ASI) serta sebagai obat borok, bisul, demam, dan darah kotor.
Saat ini, daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000 telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk beredar di Indonesia. Bahkan, ekstrak daun katuk telah digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui.
Pengembangan riset mengenai daun katuk terus dilakukan, terutama untuk menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul. Daun katuk disarankan untuk dikonsumsi setelah direbus atau ditumis.
Gudang vitamin C
Dilihat dari nilai gizinya, dan katuk punya nilai gizi yang cukup baik, seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. Daun katuk juga mengandung beberapa senyawa alifatik. Khasiat daun katuk sebagai peningkat produksi ASI, diduga berasal dari efek hormonal senyawa kimia sterol yang bersifat estrogenik. Daun katuk juga mengandung efedrin yang sangat baik bagi penderita influenza.
Daun katuk merupakan sumber vitamin C yang sangat baik. Kandungan vitamin C pada daun katuk bahkan jauh lebih tinggi daripada jeruk ataupun jambu biji, yang selama ini telah dikenal sebagai sumber vitamin C yang sangat baik.
Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Selain itu, vitamin C sangat diperlukan tubuh untuk penyembuhan luka dan meningkatkan fungsi otak agar dapat bekerja maksimal.
Daun katuk juga merupakan sumber vitamin A yang cukup baik. Vitamin A sangat diperlukan tubuh untuk mencegah penyakit mata, pertumbuhan sel, sistem kekebalan tubuh, reproduksi, serta menjaga kesehatan kulit.
Daun katuk juga memiliki kadar kalsium yang sangat baik. Kalsium merupakan salah satu mineral terpenting yang dibutuhkan oleh tubuh. Konsumsi kalsium kurang dari kebutuhan dapat menyebabkan rapuhnya integritas tulang dan osteoporosis di usia dini, umumnya terjadi pada wanita. Tekanan darah tinggi juga dapat disebabkan oleh kadar kalsium di dalam darah yang sangat rendah.
Selain memperlancar produksi ASI seperti yang dikenal selama ini, daun katuk juga kaya senyawa yang dapat menggenjot mutu dan jumlah sperma, termasuk membangkitkan vitalitas seksual. Daun katuk dipenuhi senyawa fitokimia berkhasiat obat.
Sedikitnya daun katuk mengandung tujuh senyawa aktif yang dapat merangsang sintesis hormon-hormon steroid (seperti progesteron, estradiol, testosteron, glukokortikoid) dan senyawa eikosanoid (di antaranya prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, lipoksin, dan leukotrien).
Menurut Yun (1997), daun katuk mempunyai efek diuretik dengan dosis 72 miligram per 100 gram berat badan. Menurut Lucia (1997), pemberian infus daun katuk dengan kadar 20 persen, 40 persen, dan 80 persen pada mencit selama periode organogenesis (pembentukan organ) tidak menyebabkan cacat bawaan (teratogenik) dan resorbsi.
Efek negatifnya sulit tidur
Di balik kelebihannya, daun katuk menyimpan sejumlah kekurangan. Selain membantu proses metabolisme di dalam tubuh, glukokortikoid hasil metabolisme senyawa aktif daun katuk dapat mengganggu penyerapan kalsium dan fosfor, baik kalsium dan fosfor yang terdapat dalam daun katuk itu sendiri maupun dalam makanan lain yang disantap bersama masakan daun katuk.
Di Taiwan, pernah dilaporkan bahwa pada orang yang mengonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2 minggu hingga 7 bulan terjadi efek samping dengan gejala sulit tidur, tidak enak makan, dan sesak napas. Namun, gejala-gejala tersebut menghilang setelah 40-44 hari penghentian konsumsi jus daun katuk. sumber
Sabtu, 11 Januari 2014
Ilmuwan Barat Berbicara Tentang Islam
Seorang ilmuwan dari Italia Kenneth Edward George berkata,
“Saya sudah mengkaji dengan sangat teliti agama-agama terdulu dan agama modern dewasa ini. Kesimpulannya adalah bahwa Islam agama langit yang yang benar. Kitab Suci ini mencakup kebutuhan materi dan immateri bagi manusia. Agama ini membentuk akhlak yang baik dan menjaga rohani agar tetap sehat.”
Profesor Inggris Mountaghmiri Watts berkata,
“Apa yang dipaparkan Al Qur’an tentang realitas dan fenomena alam yang sempurna menurut saya adalah di antara kelebihan dan keistimewaan Kitab ini. Yang jelas semua temuan dan ilmu pengatahuan yang didokumentasikan dewasa ini, tidak mampu menandingi Al Qur’an.”
Sejarawan Italia, Brands Johny Burkz mengatakan,
“Kesejahteraan dan kepemimpinan menjauh dari umat Islam dikarenakan mereka tidak mau mengikuti petunjuk Al Qur’an dan mengamalkan hukum dan undang-undang-nya. Padahal sebelumnya sejarah telah mencatat bahwa generasi awal Islam meraih kejayaan, kemenangan, dan kebesaran. Mmusuh-musuh Islam tau rahasia ini, sehingga mereka menyerang dari sisi ini. Ya, kondisi kehidupan umat Islam sekarang ini suram, karena tidak pedulinya umat ini terhadap Kitabnya, bukan karena ada kekurangan dalam Al Qur’an atau Islam secara umum. Yang obyektif adalah tidak benar menganggat sisi negatif dengan menghakimi ajaran Islam yang suci.”
Peneliti Prancis Gul Labum menyeru orang Eropa,
“Wahai manusia, kajilah Al Qur’an secara mendalam, sampai kalian menemukan hakekat kebenarannya, karena setiap ilmu pengetahuan dan seni-budaya yang pernah dicapai oleh bangsa Arab, pondasinya adalah Al Qur’an. Hendaknya setiap penduduk dunia, dari beragam warna dan bahasa mau melihat secara obyektif kondisi dunia zaman awal. Mengkaji lembaran-lembaran ilmu pengetahuan dan penemuan sebelum Islam. Maka kalian akan tahu bahwa ilmu pengetahuan dan penemuan tidak pernah sampai pada penduduk bumi kecuali setelah ditemukan dan disebarluaskan oleh kaum muslimin yang mereka eksplorasi dari Al Qur’an. Ia laksana lautan pengetahuan yang mengalir di jutaan anak sungai. Al Qur’an tetap hidup, dan setiap orang mampu meneguk sejuknya sesuai dengan kesungguhan dan kemampuannya.”
Ahli filsafat dari Prancis, Pranco Mari Pulter, menjelaskan perbedaan antara Injil dan Al Qur’an,
”Kami yakin, jika disodorkan Al Qur’an dan Injil kepada seseorang yang tidak beragama, pasti orang tersebut akan memilih yang pertama, karena Al Qur’an mengetengahkan pemikiran yang cocok dengan akal sehat. Boleh jadi tidak ada undang-undang yang lebih detail tentang masalah perceraian, kecuali undang-undang dan hukum yang telah di gariskan Al Qur’an tentang masalah ini.”
Seorang ilmuwan dari Inggris Fard Ghayum, Guru Besar Universitas London mengatakan,
”Al Qur’an adalah kitab mendunia yang memiliki keistimewaan sastra yang tinggi, yang terjemahnya saja tidak bisa mewakili tingginya sastra aslinya. Karena lagunya berirama khusus, keindahannya mengagumkan, dan pengaruhnya yang luar bisa terhadap yang mendengarkan. Banyak kaum nashrani Arab yang terpengaruh gaya bahasa dan sastranya. Begitu juga kaum orientalis, banyak di antara mereka yang menerima Al Qur’an. Ketika dibacakan Al Qur’an, kami orang-orang Nashrani terpengaruh, laksana sihir yang menembus jiwa kami, kami merasakan ungakapnnya yang indah, hukumnya yang orisinil. Keistimewaan seperti ini yang menjadikan seseorang merasa terpuaskan, dan bahwa Al Qur’an tidak mungkin ada yang mampu menandinginya.”
Knett Grigh, Guru Besar Universitas Cambridge memberi kesaksian,
”Tidak akan mampu seseorang sepanjang empat belas abad yang lalu, sejak diturunkannya Al Qu’ran sampai sekarang ini, yang mampu membuat seperti ayat Al Qur’an, satu ayat sekalipun. Karena Al Qur’an bukan kitab yang dikhususkan untuk zaman tertentu, bahkan Al Qur’an ini alami yang akan terus berlangusng sepanjang zaman. Meskipun dunia dan kehidupan ini berubah, namun setiap manusia memungkinkan menjadikan al Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Mengapa Al qur’an lebih unggul dan menjadi pedoman hidup manusia sepanjang masa? Karena Al qur’an mencakup hal-hal yang kecil maupun urusan yang besar. Tidak ada sesuatu yang tidak diatur oleh Al qur’an. Saya yakin, bahwa Al Qur’an mampu mempengaruhi orang Barat, dengan syarat, Al Qur’an dibacakan dengan bahasa aslinya, karena terjemahnya tidak mampu memberi pengaruh kejiwaan dan rohani, berbeda dengan bacaan aslinya yang menggetarkan jiwa, meluluhkan qalbu.” sumber
“Saya sudah mengkaji dengan sangat teliti agama-agama terdulu dan agama modern dewasa ini. Kesimpulannya adalah bahwa Islam agama langit yang yang benar. Kitab Suci ini mencakup kebutuhan materi dan immateri bagi manusia. Agama ini membentuk akhlak yang baik dan menjaga rohani agar tetap sehat.”
Profesor Inggris Mountaghmiri Watts berkata,
“Apa yang dipaparkan Al Qur’an tentang realitas dan fenomena alam yang sempurna menurut saya adalah di antara kelebihan dan keistimewaan Kitab ini. Yang jelas semua temuan dan ilmu pengatahuan yang didokumentasikan dewasa ini, tidak mampu menandingi Al Qur’an.”
Sejarawan Italia, Brands Johny Burkz mengatakan,
“Kesejahteraan dan kepemimpinan menjauh dari umat Islam dikarenakan mereka tidak mau mengikuti petunjuk Al Qur’an dan mengamalkan hukum dan undang-undang-nya. Padahal sebelumnya sejarah telah mencatat bahwa generasi awal Islam meraih kejayaan, kemenangan, dan kebesaran. Mmusuh-musuh Islam tau rahasia ini, sehingga mereka menyerang dari sisi ini. Ya, kondisi kehidupan umat Islam sekarang ini suram, karena tidak pedulinya umat ini terhadap Kitabnya, bukan karena ada kekurangan dalam Al Qur’an atau Islam secara umum. Yang obyektif adalah tidak benar menganggat sisi negatif dengan menghakimi ajaran Islam yang suci.”
Peneliti Prancis Gul Labum menyeru orang Eropa,
“Wahai manusia, kajilah Al Qur’an secara mendalam, sampai kalian menemukan hakekat kebenarannya, karena setiap ilmu pengetahuan dan seni-budaya yang pernah dicapai oleh bangsa Arab, pondasinya adalah Al Qur’an. Hendaknya setiap penduduk dunia, dari beragam warna dan bahasa mau melihat secara obyektif kondisi dunia zaman awal. Mengkaji lembaran-lembaran ilmu pengetahuan dan penemuan sebelum Islam. Maka kalian akan tahu bahwa ilmu pengetahuan dan penemuan tidak pernah sampai pada penduduk bumi kecuali setelah ditemukan dan disebarluaskan oleh kaum muslimin yang mereka eksplorasi dari Al Qur’an. Ia laksana lautan pengetahuan yang mengalir di jutaan anak sungai. Al Qur’an tetap hidup, dan setiap orang mampu meneguk sejuknya sesuai dengan kesungguhan dan kemampuannya.”
Ahli filsafat dari Prancis, Pranco Mari Pulter, menjelaskan perbedaan antara Injil dan Al Qur’an,
”Kami yakin, jika disodorkan Al Qur’an dan Injil kepada seseorang yang tidak beragama, pasti orang tersebut akan memilih yang pertama, karena Al Qur’an mengetengahkan pemikiran yang cocok dengan akal sehat. Boleh jadi tidak ada undang-undang yang lebih detail tentang masalah perceraian, kecuali undang-undang dan hukum yang telah di gariskan Al Qur’an tentang masalah ini.”
Seorang ilmuwan dari Inggris Fard Ghayum, Guru Besar Universitas London mengatakan,
”Al Qur’an adalah kitab mendunia yang memiliki keistimewaan sastra yang tinggi, yang terjemahnya saja tidak bisa mewakili tingginya sastra aslinya. Karena lagunya berirama khusus, keindahannya mengagumkan, dan pengaruhnya yang luar bisa terhadap yang mendengarkan. Banyak kaum nashrani Arab yang terpengaruh gaya bahasa dan sastranya. Begitu juga kaum orientalis, banyak di antara mereka yang menerima Al Qur’an. Ketika dibacakan Al Qur’an, kami orang-orang Nashrani terpengaruh, laksana sihir yang menembus jiwa kami, kami merasakan ungakapnnya yang indah, hukumnya yang orisinil. Keistimewaan seperti ini yang menjadikan seseorang merasa terpuaskan, dan bahwa Al Qur’an tidak mungkin ada yang mampu menandinginya.”
Knett Grigh, Guru Besar Universitas Cambridge memberi kesaksian,
”Tidak akan mampu seseorang sepanjang empat belas abad yang lalu, sejak diturunkannya Al Qu’ran sampai sekarang ini, yang mampu membuat seperti ayat Al Qur’an, satu ayat sekalipun. Karena Al Qur’an bukan kitab yang dikhususkan untuk zaman tertentu, bahkan Al Qur’an ini alami yang akan terus berlangusng sepanjang zaman. Meskipun dunia dan kehidupan ini berubah, namun setiap manusia memungkinkan menjadikan al Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Mengapa Al qur’an lebih unggul dan menjadi pedoman hidup manusia sepanjang masa? Karena Al qur’an mencakup hal-hal yang kecil maupun urusan yang besar. Tidak ada sesuatu yang tidak diatur oleh Al qur’an. Saya yakin, bahwa Al Qur’an mampu mempengaruhi orang Barat, dengan syarat, Al Qur’an dibacakan dengan bahasa aslinya, karena terjemahnya tidak mampu memberi pengaruh kejiwaan dan rohani, berbeda dengan bacaan aslinya yang menggetarkan jiwa, meluluhkan qalbu.” sumber
Jumat, 11 Oktober 2013
“Boedi Oetomo Tolak Persatuan Indonesia”
Syarikat Islam (SI) menggugat
penetapan Hari Kebangkitan Nasional yang didasarkan pada lahirnya Boedi
Oetomo, 20 Mei 1908. Ketua Umum Syarikat Islam, H Rahardjo Tjakraningrat
menegaskan, gugatan itu dilakukan bukan tanpa alasan.
”SI ingin meluruskan sejarah pergerakan Indonesia berdasarkan fakta-fakta kesejarahan yang ada,” ujar Rahardjo kepada wartawan di sela-sela Milad ke-108 SI yang digelar di Wisma PKBI, Jakarta, Kamis (10/10). Gugatan itu, kata dia, juga dilakukan buka karena SI ingin membangkitkan kebangaan masa lalu sebagai kenangan tanpa makna.
Menurut Rahardjo, Boedi Oetomo hanyalah sebuah paguyuban beberapa orang yang sangat eksklusif, terdiri dari priayi Jawa yang beruntung memperoleh akses pendidikan di STOVIA. ”Mereka menyatakan bahwa Boedi Oetomo adalah “Perkumpulan Prijaji Djawa dan Madura” dan hanya priayi Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggota,” cetus Rahardjo.
Bahkan, kata dia, Boedi Oetomo memutuskan dapat menerima Cina dan Belanda. ”Boedi Oetomo menolak cita-cita persatuan Indonesia (hasil kongres Boedi Oetomo 1928) dan lebih mengutamakan gerakannya sebagai gerakan Jawaisme.”
Rahardjo mengungkapkan, seorang nasionalis terdidik seperti Dr Tjipto Mangunkusumo bahkan keluar dari keanggotaan Boedi Oetomo karena usulannya agar non-Jawa diterima sebagai anggota mendapat penolakan. “Lalu bagaimana kelahiran sebuah perkumpulan dan gerakan eksklusif yang sangat sektarian dan tak berpikir persatuan Indonesia, tetapi berjuang untuk nasionalisme Jawa dipilih menjadi hari Kebangkitan Nasional?” gugatnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan berbagai tulisan sejarah, Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan pada 20 Mei—bertepatan dengan lahirnya Boedi Oetomo—oleh Kabinet Hatta karena pertimbangan perlunya mengikat kembali persatuan yang terancam pecah.
“Bung Karno bahkan beberapa kali dalam pidatonya menyatakan bahwa Hari Kebangkitan Nasional perlu dievaluasi,” ungkap Rahardjo. Gugatan yang dilakukan SI itu, kata dia, semata-mata agar bangsa Indonesia mulai mau menerima koreksi terhadap benang merah perjuangan bangsa yang lurus dan benar hingga mengantarkan Indonesia merdeka.
SI, tegas Rahardjo, ingin menyatakan bahwa kebangkitan nasional dimulai dari hadirnya “perlawanan secara sadar”, bukan dari munculnya gerakan-gerakan kolaboratif dan konspiratif. Menurutnya, 16 Oktober 1905—sebagai hari lahirnya Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam—sangat layak dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.salam-online
”SI ingin meluruskan sejarah pergerakan Indonesia berdasarkan fakta-fakta kesejarahan yang ada,” ujar Rahardjo kepada wartawan di sela-sela Milad ke-108 SI yang digelar di Wisma PKBI, Jakarta, Kamis (10/10). Gugatan itu, kata dia, juga dilakukan buka karena SI ingin membangkitkan kebangaan masa lalu sebagai kenangan tanpa makna.
Menurut Rahardjo, Boedi Oetomo hanyalah sebuah paguyuban beberapa orang yang sangat eksklusif, terdiri dari priayi Jawa yang beruntung memperoleh akses pendidikan di STOVIA. ”Mereka menyatakan bahwa Boedi Oetomo adalah “Perkumpulan Prijaji Djawa dan Madura” dan hanya priayi Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggota,” cetus Rahardjo.
Bahkan, kata dia, Boedi Oetomo memutuskan dapat menerima Cina dan Belanda. ”Boedi Oetomo menolak cita-cita persatuan Indonesia (hasil kongres Boedi Oetomo 1928) dan lebih mengutamakan gerakannya sebagai gerakan Jawaisme.”
Rahardjo mengungkapkan, seorang nasionalis terdidik seperti Dr Tjipto Mangunkusumo bahkan keluar dari keanggotaan Boedi Oetomo karena usulannya agar non-Jawa diterima sebagai anggota mendapat penolakan. “Lalu bagaimana kelahiran sebuah perkumpulan dan gerakan eksklusif yang sangat sektarian dan tak berpikir persatuan Indonesia, tetapi berjuang untuk nasionalisme Jawa dipilih menjadi hari Kebangkitan Nasional?” gugatnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan berbagai tulisan sejarah, Hari Kebangkitan Nasional ditetapkan pada 20 Mei—bertepatan dengan lahirnya Boedi Oetomo—oleh Kabinet Hatta karena pertimbangan perlunya mengikat kembali persatuan yang terancam pecah.
“Bung Karno bahkan beberapa kali dalam pidatonya menyatakan bahwa Hari Kebangkitan Nasional perlu dievaluasi,” ungkap Rahardjo. Gugatan yang dilakukan SI itu, kata dia, semata-mata agar bangsa Indonesia mulai mau menerima koreksi terhadap benang merah perjuangan bangsa yang lurus dan benar hingga mengantarkan Indonesia merdeka.
SI, tegas Rahardjo, ingin menyatakan bahwa kebangkitan nasional dimulai dari hadirnya “perlawanan secara sadar”, bukan dari munculnya gerakan-gerakan kolaboratif dan konspiratif. Menurutnya, 16 Oktober 1905—sebagai hari lahirnya Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam—sangat layak dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.salam-online
Video Heboh !! TV One Tutupi Golkar di Kasus Suap Ketua MK
Media bisa menggiring opini publik untuk menjustifikasi seseorang
bersalah dan menyebarluaskan aibnya ke seluruh dunia. Sebaliknya, media
juga bisa menutupi kesalahan pihak tertentu dengan cara tidak
memberitakannya.
TV One baru-baru ini dicurigai melakukan operasi tersebut setelah insiden "keceplosan" pada tayangan langsung breaking news, Rabu malam (2/10) pekan lalu.
Dikutip dari bersamadakwah.com Jum'at (11/10/2013), dalam video berdurasi 14 menit yang telah beredar di media sosial itu, dialog reporter tentang larangan penyebutan Partai Golkar ikut terekam dan terdengar jelas.
"Golkar-nya gak usah disebut ya," demikian seperti diucapkan reporter pada video di menit 8:32.
Sontak, beragam komentar negatif tertuju pada TV One yang mengesankan sedang melakukan operasi tertentu.
"Kok bisa itu keceplosan atau bagaimana," kata Rahma Ummu Fatih mengomentari video tersebut.
"Sebaik-baiknya bangkai ditutup ketauan juga," timpal Aji Teguh Prihatno.
Perlu diketahui, Akil Mochtar Ketua MK yang tertangkap tangan oleh KPK adalah mantan kader Golkar dan Chairunnisa Anggota DPR yang ikut dicokok pada kejadian itu juga merupakan kader Golkar. [Jj/Fb/bsd/im]
TV One baru-baru ini dicurigai melakukan operasi tersebut setelah insiden "keceplosan" pada tayangan langsung breaking news, Rabu malam (2/10) pekan lalu.
Dikutip dari bersamadakwah.com Jum'at (11/10/2013), dalam video berdurasi 14 menit yang telah beredar di media sosial itu, dialog reporter tentang larangan penyebutan Partai Golkar ikut terekam dan terdengar jelas.
"Golkar-nya gak usah disebut ya," demikian seperti diucapkan reporter pada video di menit 8:32.
Sontak, beragam komentar negatif tertuju pada TV One yang mengesankan sedang melakukan operasi tertentu.
"Kok bisa itu keceplosan atau bagaimana," kata Rahma Ummu Fatih mengomentari video tersebut.
"Sebaik-baiknya bangkai ditutup ketauan juga," timpal Aji Teguh Prihatno.
Perlu diketahui, Akil Mochtar Ketua MK yang tertangkap tangan oleh KPK adalah mantan kader Golkar dan Chairunnisa Anggota DPR yang ikut dicokok pada kejadian itu juga merupakan kader Golkar. [Jj/Fb/bsd/im]
Amien Rais : Jangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin
Tapi
sebagai kader Muhammadiyah, sebagai mantan Ketua PP Muhammadiyah,
ternyata Amien Rais masih punya taji, resistensi, dan militansi. Itu
terbukti dari isi ceramahnya yang cukup “radikal” di hadapan kader-kader Muhammadiyah Yogya, dalam acara “Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” tanggal 23-24 Februari 2013.
Ceramah
yang kemudian ditranskrip itu dimuat di sebuah media internal milik
Muhammadiyah. Dalam ceramahnya Pak Amien sempat bilang, “Nah, ini cuma sekedar cerita, ini tidak boleh keluar di wartawan.” Pembaca bisa baca sendiri kira-kira apa isi ceramah itu.
Karena
isinya sangat penting, kami para jurnalis minta maaf ke Pak Amien,
kalau ceramahnya akhirnya keluar juga ke tengah publik. Bukan tak
menghargai privasi Prof. Amien, tapi kayaknya Umat perlu tahu
gagasan-gagasan beliau.
Berikut ini kami kutipkan pernyataan-pernyataan Prof. Dr. H. Amien Rais dari ceramah yang ditranskrip menjadi tulisan berjudul, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik.
Karena panjangnya artikel, hanya dikutip bagian-bagian tertentu saja
yang dipandang sangat urgen diketahui Umat Islam. Selamat menyimak,
semoga mencerahkan!
1. FONDASI AKIDAH
Saya
akan membicarakan masalah yang mendasar terlebih dulu, bahwa kita ini
sebagai orang beriman diperintahkan di dunia ini, hanyalah untuk
mengabdi kepada Allah SWT. “Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadat kepada-Ku.” (Adz Dzariyat: 56)
Dalam
pandangan orang Islam, hidup kita ini adalah bulat, tidak terbagi-bagi.
Misalnya ini yang sekuler dan itu yang non sekuler, ini yang transenden
dan itu yang intransenden.
Hal ini disebabkan, kita sudah memproklamasi dan mendeklarasikan, bahwa
shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, aku persembahkan kepada Allah
Tuhan semesta alam. Ini sudah jelas sekali.
Karena the core of our lives must be based on tauhid. Nabi kita itu pelanjut dari millah, agama, tradisi, keyakinan, dari nabi-nabi sebelumnya. (Kutipan hal. 18-19).
2. ANTI PLURALISME
Dalam
hal ini saya wanti-wanti, karena kelompok non Muslim pandai sekali
mencari istilah, yang enak dan sejuk didengar, yaitu pluralism atau
kemajemukan.
Jangan sampai kita terseret gara-gara istilah kemajemukan itu kemudian
menyangka semua agama itu seperti madzhab-madzhab yang mencari kebenaran
di puncak gunung, dan boleh melewati lereng utara, lereng selatan atau
barat, yang akhirnya akan sampai juga ke puncak.
Orang-orang keblinger itu seolah-olah menyatakan, bahwa semua agama itu sama.
Yang
perlu digarisbawahi adalah, dari bacaan kita di koran, internet, dan
sebagainya, ada semacam angin yang menyapu berbagai negeri Muslim yaitu
angin pluralisme.
Sedihnya kemudian sebagian intelektualnya seperti kerbau tercocok
hidungnya, tanpa menggunakan daya kritis ikut melambungkan paham
pluralisme itu.
Padahal sekali kita menerima pluralisme tanpa kaca mata yang kritis,
seperti kita mengerek agama Allah yang kaffah, yang diridai Allah itu,
turun dari tingkat yang tinggi, seolah-olah agama kita sama dengan
agama-agama yang lain.
Kadang
kita tidak sadari, bahwa dengan ikut paham kemajemukan itu, kita justru
sedang menurunkan martabat level agama Allah yang sempurna ini turun ke
bawah, sama dengan Hindu, Budha, Kristen, Protestan, dan lain-lain.
Jadi
kalau Allah mengatakan, kita harus mengimani wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Ibrahim, Nabi Isa, dan lain-lain, itu bukan berarti agama
lain itu sama dengan agama kita. Karena Allah juga mengatakan, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al Baqarah: 120) (Kutipan hal. 19).
Kita
ini tak boleh gegabah. Kalau anda dipuji-puji oleh orang “walan tardho”
(Yahudi-Nashrani) itu jangan malah bangga. “Wah, aku pluralis.” Jangan,
itu beracun. Saya punya seorang teman dekan dulu (dia dipuji sebagai
Muslim pluralis). Saya jawab, “Loh, anda itu dipuji-puji begitu berarti
kan Islamnya tipis, jadi komitmennya juga tipis to? Lha itulah, mereka
senang dengan anda, karena anda tidak mungkin macam-macam.” (Kutipan
hal. 22)
3. KERISAUAN
Muhammadiyah
telah berumur satu abad. Alhamdulillah masih segar, tetapi kalau kita
mau jujur, kita ini telah mengalami kekalahan. Tahun 1950-an jumlah umat
Islam itu 92 % dan sekarang tahun 2000-2013 sekitar 86 %. Sehingga ada
kemerosotan sekitar 6 %. Maka jika kemerosotan ini berlanjut,
jangan-jangan 200 tahun lagi umat Islam akan tinggal 70 %.
Walaupun
sesungguhnya sudah ada indikator kekalahan kita dalam perlombaan
dakwah, yakni melakukan perebutan wilayah keagamaan di dalam wilayah
bangsa besar yang kita cintai ini. Pendidikan dan hal-hal lain kita
memang semakin bertambah, tetapi sesungguhnya secara komparatif, baik
quality ataupun quantity, kita itu masih kalah.
Jumlah sekolah Islam dan sekolah Kristen, masih banyak sekolah Kristen.
Jumlah RS MUhammadiyah dan rumah sakit mereka (Kristen), juga masih
banyak mereka. Dan jumlah per kepala pun mereka terus bertambah,
sedangkan kita turun dalam kurun waktu beberapa waktu ini. (Kutipan hal.
19)
4. MENGABAIKAN SYIAR JIHAD
Bahkan
saya sering mengatakan, bahwa Muhammadiyah itu diam-diam juga
mempraktikkan bid’ah. Kita sering mengatakan NU bid’ah, tapi kita
kadang-kadang tidak terasa juga bid’ah, cuma bid’ah mengurangi (al ibdtida’u bil nuqshan). Dimana pengurangannya? Kita tidak sadar, kita tidak tahu, karena kita merasa tidak pernah melakukannya.
Tapi
lihat dalam training-training Muhammadiyah atau Aisyiyah, atau di
beberapa even Muhammadiyah, hampir jarang dibahas atau didorong tentang
konsep Al Qur’an yang namanya Al Jihad. Kita itu sepertinya dengan
konsep jihad, kalau alergi tidak, cuma sudah cukupkah jihad itu dengan
teologi Al Ma’un.
Sejak saya kecil Al Ma’un, saya di IMM Al Ma’un, saya jadi ketua PP
Muhammadiyah Al Ma’un, dan sampai sekarang Alhamdulillah juga masih
tetap Al Ma’un. Itu betul dan tidak salah.
Teori Al Ma’un itu tetap, tapi harus kita tambah lagi, karena yang
namanya jihad itu jumlahnya sebanyak kata zakat. Kenapa kita berani
membicarakan soal zakat dan lain-lain, tetapi soal jihad itu tidak
pernah kita ucapkan. (Kutipan, hal. 20)
5. IKHWANUL MUSLIMIN
Saya bukan pengagum Al Ikhwan, tapi saya kira Al Ikhwan itu betul. Misalnya, (semboyan mereka): Allahu Ghayatuna (Allah tujuan kami), Ar Rasulu Qudwatuna (Rasulullah teladan kami), Al Quran Dusturuna (Al Qur’an landasan hukum kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad jalan kami), Syahid fi Sabilillah Asma Amanina (mati Syahid di jalan Allah, cita-cita kami yang tertinggi).
Jadi
mengapa Al Ikhwan seperti bergerak terus sampai ke Yordania, Eropa,
Amerika, dan seterusnya. Mungkin karena kata jihad itu tidak dijauhi.
Jadi kritik kita ke dalam, tiap kali kita baca Al Qur’an, jihad tidak
pernah dibahas. Mungkin ini untuk para kader juga perlu dipahami.
(Kutipan hal. 20)
6. PARTISIPASI POLITIK
Pada
zaman Bung Karno dulu politik adalah panglima. Jika kita berbicara di
tingkat realitas, justru memang politik itu adalah panglima. Definisi
politik itu sebenarnya: politics is who gets what, when, and how (politik itu siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana).
Cuma karena kita orang beriman, kita tambah dengan why. Karena hal ini merupakan niat, innamal a’malu bin niyat. Politik itu sebenarnya adalah alokator dari segenap keperluan hidup manusia, dengan keputusan modern.
Membangun
itu bukan keputusan ekonomi, itu keputusan politik. Kita biarkan atau
kita awasi kegiatan Zending (Kristenisasi) orang-orang asing, itu
politik. Kita mau meminjam uang IMF atau Bank Dunia, itu politik.
Mengapa HPH yang sekian ratus hektar itu kita berikan si fulan dan bukan
si fulan? Sekarang Papua ingin merdeka, itu juga merupakan political
decision. Menghadapinya bukan dengan Tahlilan atau doa bersama; tapi
juga dengan liku-liku aksi politik.
Pada
waktu reformasi, hanya dengan dua atau tiga partai yang mulai berbicara
di tingkat power sharing, kita bisa mendudukkan tiga anggota
Muhammadiyah menjadi Menteri Pendidikan, Pak Yahya Muhaimin, Malik
Fadjar, dan Bambang Soedibyo.
Tetapi sekarang untuk mendapatkan uang ratusan juta saja, kita ini
berat? Karena apa? Karena politik itu alokasi, alokasi APBN, alokasi
apapun itu namanya politik.
Saya ingin mengatakan, bahwa di lembar abad kedua ini kita perlu menambah wawasan kita. Apa yang sudah kita warisi dalam hal education and health terus kita tambah, tapi kita juga harus melakukan pencak silat politik, karena Islam itu kaffah.
Kita diberi Allah untuk memperkuat dunia kita ini, supaya kita di waktu
mendatang bisa bersyukur dan berbahagia, bahwa Muhammadiyah itu semakin
kuat, tidak lagi pinggiran.
Saya
ingin Muhammadiyah tidak lagi marginal, tidak di peran pinggiran, tidak
lagi menjadi penonton, tapi harus di tengah. Bukan hanya penonton,
tetapi Muhammadiyah itu harus memegang kanvas, ikut melukis masa depan
Indonesia.
Kalau
kita ikut melukiskan, paling tidak kalau terlalu merah bisa ikut kita
mudakan (warnanya), terlalu kuning bisa kita agak dekatkan ke hijau
warna Islam.
Atau kalau memegang pahat, bisa ikut mengukir bersama anak bangsa yang
lain, untuk masa depan negeri kita ini. Tetapi jika hanya menonton, maaf
hanya plonga-plongo, maka akan sangat menyakitkan. (Kutipan hal. 20-21)
7. MENGAMBIL ORANG KAFIR SEBAGAI PEMIMPIN
Pertama-tama,
kita harus mencamkan, bahwa kita ini anak-cucunya Nabi Ibrahim, anak
cucunya Nabi Adam, dan sebagai pewarisnya, (kita) jangan sampai tidak
punya keinginan untuk memegang imamah.
Jadi pemimpin umat manusia yang beragama Kristen, Katolik, Kong Hu Chu,
Nasrani, Zoroaster, PKI, dan lain sebagainya itu; pemimpinnya seharusnya
orang beriman. Tetapi (janji Allah tentang imamah pada Surat Al Baqarah
124) tidak pernah sampai, tidak pernah mengenai orang-orang yang masih
zalim.
Orang zalim itu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, sudah tahu
korupsi itu tidak boleh, malah nekat; sudah tahu bohong itu gak boleh,
malah nekat.
Bahwa kepemimpinan ini amat sangat penting. Kalau menurut saya, dari Al Qur’an itu orang beriman menjadi imaman lil muttaqin dan imaman lin naas (lihat Surat Al Furqan: 74).
Nah sekarang saya beritahu, kesalahan fatal umat Islam di muka bumi,
kesalahan fatal UII (Umat Islam Indonesia), kesalahan fatal umat
Muhammadiyah, barangkali karena tidak memperhatikan pesan-pesan Al
Qur’an.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu; sebagian mereka adalah pemimpin
bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Maa’idah: 51)
(Jangan
menjadikan Yahudi dan Nasrani) tempat berlabuhmu, tempat bersandarmu,
tempat referensimu. Yahudi dan Nasrani itu sokong-menyokong untuk
menggencet orang Islam. Itu sudah jelas untuk menghancurkan umat Islam.
Saya
sudah menjelajah dunia Islam ini, saya sudah dari Malaysia sampai
Merauke, dari Thailand sampai Uzbekistan, kesalahannya mereka juga tidak
menyimak pesan Al Qur’an itu.
Arab Saudi itu masih adem ayem kalau sama Amerika. “Itulah sekutu kami.”
Padahal itu kan Yahudi dan Nasrani, sehingga ini yang menyebabkan kita
tidak bisa kuat.
Pukulan telak dan kesalahan fatal, yaitu ketika Jokowi dan Ahok itu
menang menjadi Gubernur DKI. Ini membuat saya agak resah, sampai mungkin
tidak bisa tidur dua atau tiga malam. Karena saya tahu apa yang
sebenarnya sedang terjadi. (Kutipan hal. 21).
8. TANGGUNG-JAWAB KEBANGSAAN
Kalau
kita melihat Al Qur’an, kita tidak boleh menjadi pupuk bawang, jadilah
lokomotif. Syuhada ‘alannaas. Syuhada itu orang di depan, jadi
referensi, jadi teladan, jadi contoh, di depan. Sebab tidak mungkin
syuhada kok di kanan atau di kiri. Syuhada itu selalu di depan.
Bagaimanapun
seandainya kalian tahu jeroan-nya Indonesia ini, umat Islam itu
betul-betul hanya hanya jadi penonton. Perbankan, pertambangan,
perkebunan, pertanian, kehutanan, dikuasai dan digenggam oleh mereka
(orang kafir). Umat Islam ini hanya diberi remah-remah kecil, tapi yang
the big goal, the biggest share, itu mereka yang genggam.
Kita
ini di samping sebagai kader yang memiliki kadar Islam dan niat yang
mendalam, tapi sebagai orang yang hidup di suatu bangsa, tidak ada
salahnya kita juga punya semangat wathoniyah, kebangsaan, atau
ketanahairan. Pandu kita bernama Hizbul Wathan, partainya tanah air.
Kata Hasan Al Bana, wathoniyah itu sesuatu panggilan yang sangat alami. Wathoniyah itu adalah sesuatu yang naluriah.
Nabi
itu ketika hijrah ke Madinah, betul-betul ingin kembali ke tumpah
darahnya, kembali ke Mekkah. Kembali ke masa muda, kembali ke masa
kecil, itu sesuatu yang sangat alami.
Di
sini saya berbeda dengan orang-orang ekstrim itu, bahwa “kebangsaan itu
taghut, Islam itu menyeluruh, tidak usah ada kebangsaan. Jadi negara
bubarkan saja, tidak perlu ada negara, Khilafah Islamiyah saja”.
Tapi
itu kan hanya dalam imagination, kenyataannya tidak ada. Tapi dalam
kebangsaan ini, saya wanti-wanti, bahwa kebangsaan itu sesuatu yang
alami acceptable, dapat kita terima; tetapi dalam hal kepemimpinan
bangsa, kita tidak boleh main-main. Apalagi kemudian kita serahkan
(kepemimpinan) kepada orang-orang yang laisa min hum (bukan golongan Islam).
“Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan teman kepercayaanmu
orang-orang dari luar kalanganmu, (karena) mereka tak henti-hentinya
menimbulkan kemadharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan
kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka, adalah lebih besar lagi. Sungguh telah
Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Jadi
masalah leadership itu sesuatu yang sentral. Kita cinta negeri ini,
kita cinta bangsa kita, kita cinta tanah air kita. Kemudian yang penting
adalah mengupayakan, bagaimana agar pimpinan itu ada pada kita,
sehingga bangsa ini enlighten, disinari oleh agama Islam. (Kutipan hal.
22)
9. MISSI MENEGAKKAN KEADILAN
Kemudian
yang menyukai politik, yang memang terampil, biarlah masuk ke sana.
Diharapkan mereka tidak kagetan, tidak gumunan, dan tidak gampang
terjungkal hanya karena gebyar kilau dunia. Dalam hal ini ada cerita
ringan.
Golkar
itu dulu anak didiknya Pak Harto, jadi teman-teman Golkar dengan KKN
itu lumayan dekat. Tapi Golkar itu mengelus dada melihat partai Islam
(?) yang lebih pintar dan lebih ngawur dalam korupsi.
Saya
lima tahun di MPR, teman-teman (Golkar) berkata, “Pak Amin, kami kalah
Pak. Jam terbang kami sudah tiga dasawarsa, ini baru tiga tahun sudah
luar biasa.” (Orang Golkar 30 tahunan korupsi dengan cara-cara yang
“sopan”, tapi orang zaman reformasi baru 3 tahun memimpin cara
korupsinya seperti orang kesetanan).
Kita
punya kebangsaan yang harus kita kembangkan jadi kepemimpinan. Jangan
lupa, dalam kebangsaan itu pun seluruh nilai Islam harus dimasukkan.
Kita ini punya semboyan Amar Makruf Nahi Munkar. Itu bagus, tapi belum cukup. It is just good, but not good enough.
Di samping Amar Makruf Nahi Munkar, kita juga (perlu) mengembangkan Ya’muru bil ‘Adli wa Nahyu ‘aniz Zulmi (memerintahkan berbuat adil, mencegah kezhaliman).
Samakah orang yang jadi budak tadi itu, yang tergantung pada bangsanya
itu dengan orang yang menegakkan keadilan dan dia berada di jalan yang
lurus?
Kalau Allah SWT memerintahkan orang beriman menegakkan keadilan, tentu
sisi yang lain, adalah mencegah kezaliman. Syirik sendiri disebut
kezaliman yang teramat besar.
Muhammadiyah
yang besar ini (perlu) memantau dari Papua sampai Aceh, kira-kira mana
saja yang ada potongan jahitan yang bisa masuk ke gelanggang politik.
Karena itu penting jangan jangan sampai ditinggalkan.
Kalau kita tidak masuk ke situ, kita seperti anak yatim piatu. Kita mau
buat apapun, kalau payung politiknya tidak ramah, serba tidak bisa.
Seperti Muhammadiyah di Bangkalan itu, tidak pernah bisa mengadakan
Isra’ Mi’raj bersama-sama di gedung, karena (diganjal) bupati, sekda,
dan lain-lain.
Dulu
pernah ada menteri (pendidikan) namanya Daoed Joesoef. Waktu itu ada
ratusan dosen yang mau (sekolah) ke luar negeri. Asal namanya Islam,
dicoret. Walaupun tidak shalat, minum arak, kalau namanya Islam ya
dihabisi. Seperti salah seorang kawan saya bernama Amirudin.
Dulu
karena kita tidak punya kekuatan politik, siswa SMA negeri yang memakai
jilbab diundang kepala sekolahnya, disuruh lepas jilbab atau keluar.
Sekarang kalau ada seperti itu, tentu kepala sekolahnya yang disuruh
keluar, karena sudah tidak zamannya lagi (melarang siswi sekolah memakai
jilbab).
Dalam
hal kebangsaan itu, memang harus cerdas dan selalu berpegang kepada Al
Qur’an. Dan kita menghadapinya dengan optimis. Semoga Muhammadiyah abad
kedua ini tidak lagi di pinggir, tapi di mainstream. Tidak lagi tangan
di bawah, tetapi tangan di atas. Kalau kita kuat, kita akan menghidupi
banyak orang. SELESAI. (Kutipan hal. 22-23)
Catatan penyunting:
Tidak
semua pernyataan dikutip, karena teks aslinya cukup panjang dan
mempertimbangkan urgensinya. Tanda kurung dan judul tematik dari
penyunting, biar lebih mudah memahami. Bagian-bagian yang isinya satu
tema disatukan meski posisi agak berjauhan. Bentuk percakapan bahasa
daerah dan font Arabic ditiadakan, agar lebih praktis. Tulisan asli
berjudul: Dialog Bersama Amien Rais, Kader Muhammadiyah di Pentas Politik;
sumber ceramah Prof.Dr. H. Amien Rais dalam acara dialog kader bertema
“Rapat Kerja dan Dialog Pengkaderan” di Yogyakarta pada 23-24 Februari
2013. Teks asli disusun berdasarkan transkrip ceramah oleh redaksi
media, NS.
voa-islam
Langganan:
Postingan (Atom)