- Oleh : Muhaimin Iqbal
Di antara negara-negara yang melakukan persiapan yang luar biasa dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC),
Thailand adalah salah satunya. Tiga kementrian sekaligus ditugasi untuk
menyiapkan rakyat Thailand untuk siap hidup di era ASEAN. Hal yang
sederhana tetapi vital dilakukan oleh menteri pendidikan mereka
misalnya, mereka menyiapkan rakyat Thailand untuk siap berbahasa Inggris
– karena bahasa itulah yang akan dipakai secara umum di era ASEAN
nantinya. Lantas apa yang kita lakukan ?
Bila sampai menteri pendidikan Thailand menggenjot penguasaan bahasa Inggris rakyatnya dalam kampanye yang disebut ASEAN Awareness Campaign
(AAC), maka lebih dasyat lagi apa-apa yang disiapkan oleh kementrian
perdagangan dan kementrian pertanian mereka – karena komoditi pertanian
seperti hortikultura adalah salah satu keunggulan negeri itu.
Lagi-lagi
saya tidak mau mengkritisi para penguasa negeri ini yang belum
terdengar program spesifik-nya dalam menyiapkan rakyat negeri ini
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. Karena kesibukan mereka
menghadapi pemilu yang kurang dari satu tahun lagi – nampaknya kita
masih harus memakluminya.
Dua
tahun menjelang AEC mungkin tidak banyak yang bisa kita lakukan, tetapi
bukan berarti tidak ada yang bisa kita lakukan. Saya hanya ingin
menjadikan kedodoran kita dalam menghadapi AEC ini sebagai pelajaran,
bahwa membangun keunggulan dalam dua tahun itu tidak cukup – tetapi kita
harus mulai merintisnya untuk membangun keunggulan jangka panjang.
Bila
generasi kita belum menjadi generasi yang ungggul, maka kita harus
mencita-citakan anak-anak dan cucu-cucu kita kelak untuk menjadi
generasi nan unggul pada jamannya masing-masing.
Untuk
program jangka panjang ini, saya contohkan dengan buah kiwi – karena
Allah juga yang menyuruh kita untuk mempelajari apa yang ada di bumi (QS
51:20). Dunia sekarang mengenal buah kiwi ini adalah buah khas New
Zealand – maka namanya kiwi, yaitu nama burung yang tidak bisa terbang –
burung asli negeri itu.
Tetapi
buah kiwi ini sebenarnya bukan buah Asli dari New Zealand, bijinya
dibawa dari China dari buah yang di negeri asalnya disebut buah Yang
Tao. Buah kiwi baru pertama kalinya berbuah di negeri kiwi (nama burung
khas New Zealand sebenarnya) sekitar 100 tahun lalu (1910), setelah
beberapa tahun sebelumnya seorang kepala sekolah wanita membawa biji
buah kiwi dari perjalanannya ke China.
Penanaman
kiwi secara komersial di New Zealand bahkan baru mulai di era Perang
Dunia II tahun 1937. Sekarang perhatikan, hanya dengan satu buah dan
dalam waktu sekitar 1 abad saja – dunia mengenal kiwi adalah New Zealand
!. Meskipun buah kiwi tetap tumbuh di negara-negara lain dengan namanya
masing-masing, tetapi dunia telah terlanjur mengenal kiwi adalah buah
New Zealand.
Belakangan
China meng-klaim dan mendeklarasikan bahwa buah tersebut (dengan nama
China-nya tentu saja) adalah buah nasional China, tetapi ini tidak
merubah realita bahwa dunia mengkonsumsi buah kiwi dari New Zealand.
Kita
memiliki ribuan buah, dari buah kecil yang sangat enak tetapi mulai
punah – buah ciplukan, sampai buah besar yang baunya khas seperti
nangka, durian dan cempedak. Juga ratusan jenis jambu, mangga dan jeruk dari negeri yang terkenal paling kaya dari sisi biodiversity ini.
Saking
banyaknya yang bisa dipilih, bila kita ingin mengunggulkan satu atau
dua buah-buahan nasional kita – maka kita tidak akan bisa sepakat yang
mana yang akan kita unggulkan itu. Bila ditanya ke Wali Kota Depok,
pastilah blimbing jawabannya. Ditanya ke Wali Kota Malang – apel
jawabannya. Ditanya ke Bupati Probolinggo, manggalah jawabannya.
Walhasil untuk menentukan buah unggulan kita saja – bisa-bisa kita harus
memilih melalui pemilu buah !
Tetapi
saya melihat ada jalan untuk mempermudahnya, yaitu belajar dari
pengalaman kiwi tersebut di atas. Di New Zealand tentu juga banyak buah
asli negeri itu – mungkin tidak sebanyak kita, tetapi masih sangat
banyak. Toh yang mereka berhasil unggulkan antara lain justru buah yang
bukan asli negeri itu. Mereka melihat peluang pasar, nilai ekonomis,
kesesuaian lahan – maka jadilah buah kiwi buah unggulan mereka.
Bagi
kita seharusnya bisa jauh lebih mudah, karena kita bukan hanya melihat
pasar, nilai ekonomis dan kesesuaian lahan saja – kita menggunakan
petunjukNya untuk menentukan buah-buah apa yang akan kita unggulkan
nantinya.
Coba perhatikan ilustrasi dalam tulisan saya kemarin Kebunku Kebun Al-Qur’an (02/05/13), perhatikan bulatan-bulatan besarnya – maka kita akan dengan mudah memperoleh short list
buah-buah unggulan yang paling banyak disebut di Al-Qur’an. Kita bisa
mulai dari setengah lusin buah-buahan ini saja untuk menghasilkan buah
unggulan itu yaitu kurma, anggur, zaitun, delima, tin, dan pisang.
Kecuali
pisang, lima jenis buah lainnya belum menjadi tanaman yang bernilai
ekonomis di negeri ini. Tetapi justru disinilah peluangnya !
negeri-negeri lain yang selama ini memproduksi kurma, zaitun dan tin
adalah negeri-negeri yang kering dengan sedikit saja lahan subur mereka
yang bisa ditanami. Bayangkan kalau yang menanam buah-buah ini adalah
negeri subur yang sangat luas seperti negeri ini – maka dunia bisa
dibanjiri dengan buah-buahan yang bukan asli dari negeri ini – tetapi
yang dimasalkan oleh negeri ini.
Dalam
menanam tanaman non tradisional secara luas dan menjadi yang terbesar
di dunia, toh kita juga punya pengalaman dengan sawit. Benih yang konon
dibawa oleh penjajah Belanda 3 atau 4 butir saja, telah menjadikan
negeri ini kini produsen sawit terbesar di dunia. Sukses yang sama
insyaAllah bisa kita ulangi dengan kurma dan buah-buahan lain yang
petunjuknya begitu jelas di Al-Qur’an.
Maka kita bisa ngeles bila tidak siap menghadapi AEC dua tahun lagi, tetapi ngeles yang cerdas dan strategis –
yaitu kita siapkan negeri ini bukan sekedar menghadapi AEC yang ‘hanya’
memberi pasar 2.5 kali dari pasar yang sudah kita miliki. Yang kita
siapkan adalah Beyond AEC,
negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini harus benar-benar mencapai
keunggulan yang dijanjikan oleh Allah – bukan hanya sekedar unggul di
ASEAN !
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.” (QS 3:139)
Kita
hanya akan menjadi orang-orang paling unggul (tinggi derajatnya)
apabila kita adalah orang-orang yang beriman. Orang yang beriman adalah
orang yang tidak ragu sedikit-pun dengan petunjukNya (QS 49:15). Maka
dalam seluruh aspek kehidupan kita, dari yang kecil maupun yang besar
kita harus mengandalkan petunjukNya semata.
Kalau
Thailand sangat siap menghadai AEC dengan gerakan AAC-nya (ASEAN
Awareness Campaign), kita insyaAllah juga akan siap bahkan Beyond AEC dengan AAC kita sendiri – yaitu Al-Qur’an Awareness Campaign ! MasyaAllah, la Quwwata Illa Billah (QS 18:39).
GERAIDINAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar