Senin, 05 Agustus 2013

Komisi VIII: Polisi Harus Bisa Bedakan Bom dengan Mercon

vihara
ANGGOTA Komisi VIII DPR Bidang Sosial dan Agama, Nurhayati Ali Assegaf, Selasa 6 Agustus 2013, berharap Kepolisian segera membongkar kasus ledakan yang terjadi di Wihara Ekayana, Jakarta Barat, Minggu malam, 4 Agustus 2013.
Dia meminta Kepolisian tidak langsung mengkaitkan aksi pengeboman dengan kasus negara lain. Misalnya, dengan konflik etnis muslim Rohingya di Myanmar.
Diketahui, usai peledakan terdapat pesan di secarik kertas yang dikirimkan ke pengurus wihara. Bunyinya: “Kami Menjawab Jeritan Rohingya.”
“Sebaiknya praduga-praduga ini disimpan. Bekerja profesional, supaya tak timbulkan kegundahan, apalagi dikaitkan dengan Rohingya,” kata Nurhayati seperti dilansir Viva, Selasa (6/8).
Dia juga meminta semua pihak tidak langsung menjustifikasi aksi pengeboman ini adalah perlawanan umat Islam atas konflik Rohingya.
Selain itu, polisi seharusnya tak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa ledakan itu adalah bom. “Apakah ini bom atau ledakan biasa, karena kaca tidak pecah. Saya yakin polisi bisa kerja profesional untuk bedakan bom dan mercon,” tuturnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi VIII Raditya Gambiro menyesalkan aksi pengeboman di rumah ibadah. Menurut dia, meneror tempat peribadatan tak bisa ditolerir.
“Ajaran agama yang kita anut tidak ajarkan seperti itu, kecuali agama kita dihina,” ujar Raditya.
Seharusnya, bangsa Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki toleransi terbesar di dunia sudah harus memahami bahwa saling menghormati dan menghargai perlu dikedepankan. Tidak perlu bertindak anarki dalam menyikapi persoalan yang berkaitan isu SARA.
“Kita negara Bhinneka Tunggal Ika, tidak ada negara seperti Indonesia,” ujar dia.ISLAMPOS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar