Syarikat Islam (SI) menggugat
penetapan Hari Kebangkitan Nasional yang didasarkan pada lahirnya Boedi
Oetomo, 20 Mei 1908. Ketua Umum Syarikat Islam, H Rahardjo Tjakraningrat
menegaskan, gugatan itu dilakukan bukan tanpa alasan.
”SI ingin meluruskan sejarah pergerakan Indonesia berdasarkan
fakta-fakta kesejarahan yang ada,” ujar Rahardjo kepada wartawan di
sela-sela Milad ke-108 SI yang digelar di Wisma PKBI, Jakarta, Kamis
(10/10). Gugatan itu, kata dia, juga dilakukan buka karena SI ingin
membangkitkan kebangaan masa lalu sebagai kenangan tanpa makna.
Menurut Rahardjo, Boedi Oetomo hanyalah sebuah paguyuban beberapa
orang yang sangat eksklusif, terdiri dari priayi Jawa yang beruntung
memperoleh akses pendidikan di STOVIA. ”Mereka menyatakan bahwa Boedi
Oetomo adalah “Perkumpulan Prijaji Djawa dan Madura” dan hanya priayi
Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggota,” cetus Rahardjo.
Bahkan, kata dia, Boedi Oetomo memutuskan dapat menerima Cina dan
Belanda. ”Boedi Oetomo menolak cita-cita persatuan Indonesia (hasil
kongres Boedi Oetomo 1928) dan lebih mengutamakan gerakannya sebagai
gerakan Jawaisme.”
Rahardjo mengungkapkan, seorang nasionalis terdidik seperti Dr Tjipto
Mangunkusumo bahkan keluar dari keanggotaan Boedi Oetomo karena
usulannya agar non-Jawa diterima sebagai anggota mendapat penolakan.
“Lalu bagaimana kelahiran sebuah perkumpulan dan gerakan eksklusif yang
sangat sektarian dan tak berpikir persatuan Indonesia, tetapi berjuang
untuk nasionalisme Jawa dipilih menjadi hari Kebangkitan
Nasional?” gugatnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan berbagai tulisan sejarah, Hari
Kebangkitan Nasional ditetapkan pada 20 Mei—bertepatan dengan lahirnya
Boedi Oetomo—oleh Kabinet Hatta karena pertimbangan perlunya mengikat
kembali persatuan yang terancam pecah.
“Bung Karno bahkan beberapa kali dalam pidatonya menyatakan bahwa
Hari Kebangkitan Nasional perlu dievaluasi,” ungkap Rahardjo. Gugatan
yang dilakukan SI itu, kata dia, semata-mata agar bangsa Indonesia
mulai mau menerima koreksi terhadap benang merah perjuangan bangsa yang
lurus dan benar hingga mengantarkan Indonesia merdeka.
SI, tegas Rahardjo, ingin menyatakan bahwa kebangkitan nasional
dimulai dari hadirnya “perlawanan secara sadar”, bukan dari munculnya
gerakan-gerakan kolaboratif dan konspiratif. Menurutnya, 16 Oktober
1905—sebagai hari lahirnya Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah
menjadi Syarikat Islam—sangat layak dijadikan sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.salam-online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar