BAGI
pasangan yang baru menikah, jima mungkin akan menjadi menu utama
sehari-hari. Bahkan, keseharian pasangan pengantin baru cenderung hanya
melulu soal jima dan jima saja.
Namun, bagaimana jika pernikahan
sudah mencapai tahunan dan aktivitas jima kadang-kadang hanya mencapai
titik pemenuhan kebutuhan dasar saja? Sehingga, jima tidak lagi menjadi
hal utama dalam hubungan pernikahan.
Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa jima tidak lagi menjadi pilihan dalam pernikahan diantaranya:
1.
Kesibukan, kesibukan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosial
menjadikan pasangan suami istri lupa akan kebutuhan jima mereka. Mereka
lebih menikmati hidup apabila mereka kebutuhan ekonominya dikatakan
layak dan kebutuhan sosialnya terpenuhi. Mereka rela pergi pagi-pagi dan
pulang sudah larut malam. Intenitas bertemu juga jarang dan juga jarang
berkomunikasi.
2. Faktor Anak, seringkali anak menjadi alasan
klasik mengapa pasangan suami atau istri tidak mau diajak berjima. Awal
pernikahan sebelum ada kehadiran seorang anak, kegiatan jima begitu
menyenangkan, tetapi setelah ada kehadiran anak kegiatan itu pun
terhalang. Apalagi kalau anak kita masih kecil-kecil dan masih tidur
sekamar dengan kita.
3. Faktor Fisik, kesehatan adalah modal utama
dalam jima, tanpa kesehatan jimapun menjadi terhalang. Orang yang
kesehatannya prima maka untuk memenuhi kebutuhan akan jima tidak begitu
terhalang. Lain lagi kalau kondisi orang itu sakit atau kondisi fisik
yang tidak sempurna, secara tidak langsung kebutuhan jimapun terhambat
karena keterbatasan tersebut.
4. Faktor Psikologi, tidak jarang
kita jumpai banyak orang merasa stres karena apa yang menjadi impiannya
selama ini belum atau bahkan tidak terwujud, atau faktor pekerjaan suami
di kantor yang di bawah tekanan sehingga mudah sekali orang menjadi
stress. Atau seseorang yang sangat rentan mengalami stress karena
masalah yang sebenarnya masih bisa diatasinya. Apapun wujud dan sebab
dari stres itu secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan
seksnya. Mereka merasa tidak bergairah dalam menjalani hidup apalagi
seseorang yang mengalami stres berat.
5. Faktor Pasangan, yang
dimaksud disini adalah faktor suami atau istri, kadang kala kita sudah
menggebu dan sangat bergairah ingin sekali berjima dengan pasangan kita.
Dan tidak jarang pasangan kita menolak untuk diajak berhubungan. Banyak
alasan yang diutarakan karena penolakannya. Akibatnya gairah kita yang
tadinya membara menjadi dingin seketika karena penolakan pasangan kita.
Lantas,
bagaiamana kehidupan jima bisa bangkit lagi di tengah aktivitas yang
mulai padat serta tuntutan hidup yang mulai banyak? Mungkin
langkah-langkah ini layak dicoba.
1. Berikan kecupan dengan
berbagai makna pada pasangan, kadang karena kesibukan kecupan tidak lagi
jadi hal yang istimewa. Di saat ada waktu luang kita bisa memberikan
kecupan dengan sejuta makna, mencuri untuk mengecup pasangan dengan
penuh perasaan akan membangkitkan gelora asmara.
2. Kenali apa dan
daerah mana yang membuat pasangan lebih cepat bergelora. Banyak sekali
daerah-daerah sensitif di sekitar tubuh kita, kita harus pandai-pandai
mengeksploitasi untuk memciptakan gairah asmara. Dan tunjukan pula
daerah sensitif kita pada pasangan.
3. Ciptakan variasi jima yang
baru untuk menyelingi variasi bercinta yang telah ada. Kita akan lebih
tertantang apabila kita punya sejuta cara untuk mencoba posisi baru
untuk mendapatkan gaya bercinta yang lebih memberikan variasi. Sepanjang
sesuai tuntunan syar’i, dibolehkan.
4. Jadikan jima sesuatu yang
menyenangkan. Jika jima menjadi sesuatu yang menyenangkan tentunya kita
akan berusaha meluangkan waktu untuk menikmatinya walaupun kesempatan
sesempit apapun. sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar