Selasa, 23 Oktober 2012

Daging Kambing Meningkatkan Libido?



Gairah pasangan sangat berpengaruh pada makanan yang dikonsumsi. Banyak cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan gairah seks pasangan. “Beberapa makanan memang berfungsi sebagai peningkat gairah seks atau afrodisiak yang baik,” ungkap Riani Susanto, ND, ahli detoksifikasi dan naturopati, dalam talkshow “Healthy Living in Metro with Style” di Pondok Indah Mall, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Beberapa makanan yang dikenal sebagai afrodisiak antara lain daging kambing, buah durian, cokelat, stroberi, sampai seafood. Khusus untuk seafood, pada dasarnya semua makanan laut bisa meningkatkan gairah seks, kecuali udang. Afrodisiak yang terbaik terdapat pada daging kerang dan tiram. Akan tetapi banyak orang yang lebih memilih untuk mengonsumsi daging kambing ketika ingin meningkatkan gairah seksnya.
“Mereka berpikiran bahwa daging kambing ini lebih ‘panas’ di dalam tubuh, sehingga bisa membuat libido lebih tinggi dibandingkan dengan makanan lain. Tak heran kalau daging kambing ini diidentikkan dengan gairah seks,” tambahnya.
Namun, menurut Riani, dalam daging kambing sebenarnya tidak terkandung bahan atau senyawa khusus sebagai peningkat libido. Bahkan kandungan daging kambing dengan daging sapi sebenarnya hampir sama. Hanya saja, daging kambing memiliki lemak yang lebih sedikit. Hal ini membuat daging kambing terasa lebih ringan, dan tidak memaksa liver untuk bekerja lebih keras. Kerja liver yang lebih keras akan membuat metabolisme tubuh menurun, dan mengurangi perasaan nyaman termasuk untuk bercinta.
Sebaliknya, kandungan lemak dalam daging kambing yang tidak terlalu banyak menimbulkan perasaan lebih nyaman. Akibatnya, kita menjadi lebih “hot” dan merasa gairah seks meningkat.
“Makan makanan dengan lemak yang tinggi akan memengaruhi produksi hormon seks seseorang, sehingga saat hormonnya berkurang libidonya pun akan turun dan tidak bergairah untuk bercinta,” jelas Riani.
Makanan yang rendah lemak akan menurunkan kerja liver dan menstabilkan produksi hormon seksual sehingga meningkatkan libido dan gairah bercinta. “Namun, meski daging kambing ini terbilang sukses untuk meningkatkan libido, afrodisiak terbaik sebenarnya ada dalam buah durian,” ucapnya, buka rahasia.
http://doktersehat.com/

Tips Menjaga Kesehatan Penis

Ereksi bagi sebagian besar pria adalah hal yang mudah untuk dilakukan, namun ada sebagian pria yang merasa kesulitan mendapatkan ereksi.
Sejalan dengan pertambahan usia, Anda butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan ereksi dan memerlukan rangsangan baik fisik maupun psikologis lebih banyak untuk mempertahankannya. Di saat usia dua puluh tahunan, mencapai ereksi adalah soal mudah. Namun saat usia mendekati 40, hasrat seksual dan kemampuan penis Anda tidak akan sebaik sebelumnya, artinya, mereka tak bisa mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk bersanggama sampai 75 persen dari seluruh kesempatan yang ada.
Tetapi faktanya, hanya sedikit pria di usia tiga puluh dan empat puluhan mengalami impotensi, dan banyak hal yang bisa Anda perbuat untuk mengusahakan agar tidak mengalaminya. Bahkan apabila Anda impoten, peluang untuk disembuhkan tetap masih ada.
Para dokter sekarang percaya bahwa sekurangnya tujuh di antara sepuluh kasus impotensi memiliki penyebab fisik, termasuk diabetes, gangguan kelenjar gondok, aterosklerosis, atau cedera pada penis.
Pengobatan, konsumsi alkohol, merokok dan faktor-faktor psikologis seperti depresi, stres, dan kecemasan dalam pekerjaan dapat memperumit masalah. Yang menjadi inti dalam hal ini adalah bahwa apa pun yang menghentikan aliran darah ke penis Anda akan memperkecil peluang Anda untuk mendapatkan ereksi.
Akan tetapi jika Anda merawat diri dengan baik, Anda dapat tetap siap siaga, tetap bergairah, dan tetap mampu berhubungan seks hingga usia lanjut. Tidaak ada alasan bahwa kemampuan seksual Anda akan berubah karena usia Anda bertambah asalkan merawat diri secara lebih baik.
Jadi rawatlah penis Anda sebaik-baiknya, berikut beberap tips yang bisa dilakukan agar penis Anda terus berfungsi dengan baik.
  1. Olahraga dengan berlari, jangan berjalan. Semakin bugar tubuh Anda, maka semakin sering Anda mampu berhubungan seksual, dengan baik. Sebuah studi memperlihatkan, 78 pria sehat tetapi tidak aktif mulai berlatih aerobik tiga hingga lima hari dalam seminggu, masing-masing selama satu jam. Selama penelitian itu, tiap orang menulis buku harian tentang kegiatan seksual mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa kehidupan seks para pelaku aerobik itu sangat meningkat. Sementara itu, kehidupan seks mereka yang hanya berjalan-jalan santai hanya berubah sedikit. Tidak peduli jenis aerobik mana yang Anda pilih, yang penting Anda mengerjakannya, paling tidak tiga kali dalam seminggu dan tiap kali berlangsung selama dua puluh menit. Berlari, berenang, dan bersepeda merupakan pilihan-pilihan yang baik.
  2. Berhenti merokok. Merokok mempercepat pembentukan endapan-endapan dalam arteri jantung, maka proses yang sama dapat terjadi pada pembuluh-pembuluh darah yang memasok darah ke penis. Sekarang merokok telah dipandang sebagai faktor utama dalam masalah ereksi dan hal tersebut dimulai ketika usia Anda menginjak 40 tahun. Maka berhentilah merokok sekarang juga, demi kesehatan penis Anda.
  3. Kurangi makanan berlemak. Dalam hal makanan, yang penting adalah membatasi asupan lemak. Sekali lagi logika mengatakan bahwa yang baik untuk arteri pemasok darah ke jantung juga akan baik untuk arteri pemasuk darah ke penis. Direkomendasikan para dokter bahwa diet untuk menjadi pria perkasa adalah diet rendah lemak, dengan hanya 20 persen kalori berasal dari lemak. Apabila Anda makan 2500 kalori per hari, berarti batas asupan lemak Anda adalah sekitar 50 gram. Untuk mulai dengan arah yang benar, bacalah label makanan yang Anda beli, cari produk-produk miskin lemak dan tanpa lemak, hindari gorengan, pindah ke susu skim dan makan cukup buah-buahan dan sayuran segar setiap hari, ditambah kira-kira 75 gram ikan, daging ayam, atau daging merah tanpa lemak.
  4. Cermati rekasi obat yang anda pakai. Ratusan obat dapat menyebabkan impotensi sebagai efek samping, termasuk diuretik, penurun darah tinggi lain, beberapa obat antidepresi, dan antipsikotik. Tanyakan kepada dokter atau apoteker apakah obat yang Anda minum dapat membuat Anda bermasalah.
  5. Jangan terlalu gemuk. Kelebihan berat badan dapat menyebabkan panjang penis Anda berkurang. Penelitian tidak resmi terhadap sejumlah pria kegemukan menunjukkan bahwa sampai batas tertentu, seorang pria yang kegemukan akan mendapatkan kembali panjang dua setengah cm penisnya untuk setiap 17 kilogram berat badan yang dihilangkannya. Ini insentif yang tidak buruk bagi seseorang yang benar-benar kegemukan. Akan tetapi yang jelas, mempertahankan berat tubuh yang ideal akan mengurangi risiko tekanan darah tinggi dan diabetes, karena keduanya dapat merusak kemampuan ereksi Anda.
  6. Hindari alkohol. Alkohol adalah depresan yang berfungsi memperlambat refleks, termasuk dalam hal hubungan seksual. Alkohol di samping merusak kemampuan seksual secara langsung, bila dikonsumsi secara berlebihan dalam jangka panjang dapat berpengaruh langsung terhadap testis, mengurangi produksi hormon testosteron dan mengganggu keseimbangan hormon dan bahan kimia otak yang diperlukan untuk menghasilkan ereksi.
  7. Jagalah penis Anda dari luka. Cedera penis sering menjadi penyebab impotensi, cedera pada penis bisa menyebabkan pecahnya dinding berserat yang berfungsi menahan tekanan ketika ereksi terjadi. Kerusakan yang terjadi diibaratkan seperti yang dialami oleh dinding ban mobil ketika pecah karena menabrak- trotoar dalam kecepatan terlalu tinggi. Posisi yang paling memungkinkan peristiwa ini terjadi adalah ketika wanita berada di atas, karena sewaktu-waktu penis dapat terlepas dari vagina, dan bila kurang hati-hati si wanita dapat menekuk penis ke arah yang salah. Selain tertekuk ke arah yang salah selama berhubungan seks, kecelakaan sepeda dan hantaman pada selangkangan juga dapat merusak penis serta testis.
Semoga bermanfaat dan mari kita pertahankan kebugaran organ intim kita juga icon smile Tips Menjaga Kesehatan Penis
sumber: DokterPenis.com

Sperma Dapat Merangsang Kontraksi Rahim

Ini berkaitan dengan sperma yang mengandung hormon prostaglandin. Hormon ini sering menyebabkan kontraksi pada rahim. Kalau hamil, rahim akan lebih mudah kontraksi. Akibatnya, tempat melekatnya ari-ari bergeser dan bisa menyebabkan perdarahan. Karena itu jangan lagi ditambah dengan prostaglandin dari sperma agar tidak terjadi kontraksi pada masa trimester pertama (usia kehamilan dibagi menjadi tiga periode yang disebut trimester).
Hal ini berhubungan dengan hubungan intim akan lebih aman bila sudah memasuki trimester kedua, di mana janin sudah mulai besar, sudah keluar dari rongga panggul, dan ari-ari sudah melekat pada dinding rahim, sehingga umumnya tidak mengganggu saat hubungan intim. Jadi, boleh saja melakukan hubungan intim dan prostalglandin tidak akan begitu berefek.
Memasuki trimester ketiga, janin sudah semakin besar dan bobot janin semakin berat, membuat tidak nyaman untuk melakukan hubungan intim. Di sini diperlukan pengertian suami untuk memahami keengganan istri berintim-intim. Banyak, lho, suami yang tidak mau tahu kesulitan sang istri. Jadi, suami pun perlu diberikan penjelasan tentang kondisi istrinya. Kalau pasangan itu bisa mengatur, pasti tidak akan ada masalah. Hubungan intim tetap bisa dilakukan tetapi dengan posisi tertentu dan lebih hati-hati.
Tetapi apabila sudah memasuki 38-42 minggu belum ada tanda-tanda kehamilan tidak ada salah nya melakukan hubungan intim, karena sperma yang mengandung prostalglandin ini akan dapat membantu rahim untuk berkontraksi.
Sering dengar kata2 suster menyuruh bapaknya menengok istrinya yang hamil tua dan belum mau melahirkan kan? icon smile Sperma Dapat Merangsang Kontraksi Rahim
Dokter Sehat

Efek Seks Setiap Hari Selama 30 hari

Apa yang akan terjadi pada pasangan yang melakukan hubungan seks setiap hari selama sebulan penuh? Sebuah majalah di Afrika Selatan mengadakan kontes “30 day sex challenge” untuk menemukan jawabannya.
Seorang istri asal Amerika Serikat, Charla Muller menghabiskan waktunya seperti kebanyakan ibu-ibu di seluruh dunia, mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, serta sedikit ribut dengan suami. Segala urusan rumah tangga tadi tidak hanya menguras tenaganya tapi juga mengikis hasrat sekualnya.
Menjelang ulang tahun suaminya yang ke-40 tahun, Charla berniat memberikan kado yang sangat istimewa, sesuatu yang hanya bisa diberikan oleh Charla sendiri: yakni melakukan hubungan seks setiap hari selama setahun penuh. Setahun kemudian ia merasakan perubahan yang sangat dramatis dalam perkawinannya. Ia lalu membagikan pengalamannya lewat buku 365 Nights: A Memoir of Intimacy.
Berangkat dari pengalaman Charla, sebuah majalah di Afrika Selatan, The Intimacy, berniat melakukan hal serupa, namun waktunya lebih singkat, 30 hari. Tujuh pasangan suami istri yang sudah menikah lebih dari satu tahun lalu diundang mengikuti kontes tersebut.
Para pasangan yang mengikuti kontes majalah Intimacy sebagian besar mengaku pada awalnya mereka sangat bergairah melakukan hubungan seks setiap hari. Namun tak sedikit yang absen bercinta di minggu kedua karena alasan kelelahan, stres, dan merasa seks hanya jadi kewajiban.
Sebaliknya, pasangan yang terus mengikuti kontes ini sampai hari terakhir mengatakan merasa lebih dekat secara emosional dengan pasangan. Seorang suami mengaku kini ia lebih jarang marah pada istrinya.
Mereka juga berusaha mengusir kebosanan dengan cara menciptakan atmosfer yang menggairahkan untuk bercinta, serta mencoba gaya bercinta yang berbeda setiap harinya. Meski begitu, mayoritas peserta berpendapat yang lebih penting adalah kualitas, bukan kuantitas dalam bercinta.
Apa yang dilakukan Charla, juga majalah Intimacy bertujuan menguatkan pendapat hubungan seks secara teratur memiliki manfaat positif dan memiliki hasil yang berbeda bagi perkawinan. Beberapa ahli berpendapat seks yang teratur mampu menyelamatkan hubungan suami istri yang mulai redup.
Salah satunya pengikut Charla adalah Dough Brown, yang melakukan hubungan seks maraton selama 101 hari. Brown kemudian mendokumentasikan pengalamannya dalam buku Just Do It: How One Couple Turned Off the TV and Turned on Their Sex Lives for 101 Days (No Excuses).
Seperti Charla, Dough berpendapat hubungan seks setiap hari bisa menimbulkan chemistry yang mulai hilang. “Kami lebih banyak belajar mengenai pasangan,” tulis Dough dalam bukunya.
Psikolog yang juga seorang terapis seks, Andrea M.Macari mengungkapkan, makin sering seks dilakukan, makin besar keinginan untuk mengulanginya. “Seks yang teratur meningkatkan hasrat dan ketertarikan pada pasangan. Tanpa sadar kita membangun keinginan yang sebelumnya tak pernah muncul,” katanya.http://doktersehat.com

Cara Berhubungan Seks Tanpa Penetrasi

Melakukan hubungan seks tidak selalu berarti harus melakukan penetrasi (memasukkan penis ke dalam vagina). Bahkan sebenarnya sebagian besar pasangan berusia muda telah melakukan aktifitas seks tanpa penetrasi yang dilakukan dalam bentuk ciuman, rabaan hingga oral seks.
Menurut Joel D Block, penulis buku The Secret of Better Sex, kepuasan seks bisa diperoleh dengan beberapa cara yaitu :
  1. Masturbasi Mutual : Pasangan suami istri saling merangsang dan saling bermasturbasi atau bisa juga dengan saling melihat pasangan bermasturbasi.
  2. Oral Seks : Banyak pria dan wanita yang sangat menyukai kegiatan yang satu ini. Walaupun terkadang seks oral dijadikan sebagai tahap foreplay sebelum melakukan penetrasi tetapi oleh Joel D Block, oral seks bisa dilakukan secara terpisah.
  3. Outercourse : Jenis aktifitas seks ini paling sering dilakukan oleh muda mudi yang masih dalam tahap berpacaran dimana pakaian luar bisa saja terlepas tetapi pakaian dalam tetap melekat di badan.
  4. Intermammary intercourse : Aktifitas seks ini banyak di lakukan oleh orang Eropa, dimana penis di letakkan di antara kedua payudara dan kemudian di gosokkan sampai terjadi klimaks.
  5. Femoral Intercourse : Mirip dengan Intermammary, pada aktifitas seks ini penis diletakkan di antara kedua paha pasangan kemudian di gosokkan tetapi tidak sampai terjadi penetrasi.
Kelima alternatif ngeseks diatas dapat anda coba untuk membuat anda merasa lebih muda kembali dan menghilangkan kejenuhan anda di dalam aktifitas seks.
http://doktersehat.com

Malam Pertama Pernikahan Guide

Malam pertama adalah suatu moment yang ditunggu-tunggu kedua pasangan. Selain kesiapan mental, saling memahami dan berkomunikasi dengan pasangan adalah kunci agar malam pertama berakhir sempurna.
Tidak ada salah nya kita membaca guide artikel ini untuk menjalani malam pertama yang romantis dan penuh kenangan
Hindari ultimatum
Hubby (husband), boleh dikatakan malam pertama adalah moment penting bagi pasangan Anda. Meskipun Anda dan dia sudah berstatus suami istri, menghadapi malam pertama tidak bisa dipaksakan. Tidak ada yang suka dipojokkan. Lagi pula malam pertama tidak harus selalu di malam pertama. Mengerti maksudnya’kan!
Memiliki Kontrol
Meski Anda dan dia sama-sama belum berpengalaman, Anda sebagai hubby sebaiknya bertindak sebagai sosok yang lebih memiliki control. Istri Anda akan memerlukan panduan, rasa aman dan buaian dari Anda. For info, perempuan menyukai laki-laki yang memiliki kontrol untuk urusan bercinta. Biarkan dia yang tentukan kesiapannya, namun Andalah yang ’bertanggung jawab’ untuk membangkitkan hasratnya. Tentunya Anda ingin dia mengingat malam pertama sebagai moment dengan senyum bahagia di wajah.
Buat Dia Nyaman

Jika istri Anda gugup, itu hal wajar. Jadi, buat suasana senyaman mungkin. Tingkatkan kepercayaan dirinya dengan memberikan pujian seperti: pujian betapa seksinya dirinya di mata Anda.
Perbanyak ciuman, agar istri Anda tahu bahwa Anda hanya memikirkan dirinya. Bicara dengannya dan cari tahu apa yang ia inginkan. Secara perlahan ia akan melepaskan keraguannya dan menikmati malam pertama dengan Anda.
Bangkitkan hasratnya
Hal ini tentunya berlaku untuk Anda dan pasangan Anda. Patut diingat, aktivitas bercinta meskipun dapat membuat Anda berdua berada di ’langit ke sembilan’, pengalaman ini cukup menyakitkan bagi perempuan. Jadi, ketika Anda menyentuh tirai, go slow.. alihkah perhatiannya dengan tetap mencium dan mengelusnya. Berikan dia sesuatu agar pikirannya teralihkan, sehingga ia dapat menikmati sisa malam tersebut.

Tidak terburu-buru

Seperti yang sudah dijelaskan, seks bagi perempuan adalah moment penting dan bisa membuat traumatis jika saat ’pertama’ tidak dilakukan dengan baik. Jadi, meskipun Anda tahu pasangan Anda menginginkannya namun kemudian berubah pikiran, maka sebaiknya yang Anda lakukan adalah menunda atau menghentikan. Sikap ini menunjukkan bahwa Anda tidak egois dan menghargainya. Percayalah, bersikap sabar justru membuktikan Anda benar-benar mencintainya, dan menambah nilai Anda dimata dia.
So, hubby, pada intinya, jika malam pertama harus ditunda sampai beberapa hari, itu bukan akhir dari duani. Mungkin pasangan Anda hanya perlu diyakinkan dan rasa aman bahwa Anda ingin membahagiakannya.

http://doktersehat.com/

Tips Meningkatkan Sperma Anda

Tidak diragukan, memiliki sperma dalam jumlah banyak menghasilkan orgasme lebih lama, termasuk meningkatkan hasrat seks.
Sperma yang banyak juga merupakan tanda sistem reproduksi yang sehat. Jika Anda ingin menyirami pasangan dengan cinta atau ingin jadi calon ayah, inilah beberapa tips untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu dan jumlah sperma:
1. Berhenti merokok
Jika Anda seorang perokok saat ini, berhentilah. Selain menyebabkan napas tak sedap, merokok juga dapat memengaruhi jumlah sperma. Peneitian menunjukkan, perokok memiliki jumlah sperma lebih sedikit dibanding pria yang tidak merokok.
2. Hindari celana ketat dan air panas
Usahakan testis berada pada suhu sejuk dibanding bagian tubuh lain. Memakai celana dalam atau celana panjang ketat akan mengakibatkan suhu di sekitar testis jadi panas. Usahakan tidak mengenakan celana dalam waktu tidur untuk menjaga suhu di bagian tubuh itu tetap sejuk.
3. Asup makanan yang tepat
Diyakini atau tidak, pola makan memengaruhi produksi sperma. Coba asup makanan rendah lemak dan berprotein tinggi. Pilih sayuran dan jenis padi-padian yang baik bagi kesehatan.
4. Kurangi hubungan intim dan masturbasi
Banyak pria mengeluhkan spermanya sedikit dan encer. Semakin banyak ejakuasi, semakin berkurang kepadatan sperma. Bila Anda melakukan hubungan intim setiap hari, atau lebih buruk lagi masturbasi, akan berpengaruh pada jumlah dan kepadatan sperma.
5. Kurangi alkohol
Alkohol dapat memengaruhi fungsi lever yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tingkat estrogen. Jumlah estrogen yang tinggi dalam tubuh akan memengaruhi produksi sperma. Hentikan minum alkohol bila Anda tidak ingin kehilangan produksi sperma.
6. Coba suplemen alami
Obat-obatan buatan pabrikan mungkin bisa menghalangi produksi sperma. Sebaliknya, suplemen alami diyakini dapat meningkatkan produksi sperma. Asam amino L-carnitine, yang ditemukan dalam daging merah dan susu, dan L-arginine, yang terdapat dalam kacang-kacangan, telur, daging, dan wijen, berkhasiat meningkatkan mutu sperma.

http://doktersehat.com

Selasa, 16 Oktober 2012

Kisah di Balik Terhapusnya Piagam Jakarta


Kasman Singodimedjo dan Buku Memoir 75 Tahun
 Ada khianat dan dusta, di balik terhapusnya kalimat, “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Piagam Jakarta yang juga Pembukaan UUD 1945. Sikap toleran tokoh-tokoh Islam, dibalas dengan tipu-tipu politik!
Sebagaimana ditulis sebelumnya, sehari pasca pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, tujuh kata dalam Piagam Jakarta dihapuskan. Di antara tokoh yang sangat gigih menolak penghapusan itu adalah tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo. Saking gigihnya, sampai-sampai Soekarno dan Hatta tak berani bicara langsung dengan Ki Bagus. Soekarno terkesan menghindar dan canggung, karena bagi Ki Bagus, penegakan syariat Islam adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi.
Untuk meluluhkan pendirian Ki Bagus, Soekarno kemudian mengirim utusan bernama Teuku Muhammad Hassan dan KH Wahid Hasyim agar bisa melobi Ki Bagus. Namun, keduanya tak mampu meluluhkan pendirian tokoh senior di Muhammadiyah ketika itu. Akhirnya, dipilihlah Kasman Singodimedjo yang juga orang Muhammadiyah, untuk melakukan pendekatan secara personal, sesama anggota Muhammadiyah, untuk melunakkan sikap dan pendirian Ki Bagus Hadikusumo.
Dalam memoirnya yang berjudul ”Hidup Itu Berjuang“, Kasman menceritakan bahwa ia mendatangi Ki Bagus dan berkomunikasi dengan bahasa Jawa halus (kromo inggil). Kepada Ki Bagus, Kasman membujuk dengan mengatakan,
“Kiai, kemarin proklamasi kemerdekaan Indonesia telah terjadi. Hari ini harus cepat-cepat ditetapkan Undang-Undang Dasar sebagai dasar kita bernegara, dan masih harus ditetapkan siapa presiden dan lain sebagainya untuk melancarkan perputaran roda pemerintahan. Kalau bangsa Indonesia, terutama pemimpin-pemimpinnya cekcok, lantas bagaimana?!
Kiai, sekarang ini bangsa Indonesia kejepit di antara yang tongol-tongol dan yang tingil-tingil. Yang tongol-tongol  ialah balatentara Dai Nippon yang masih berada di bumi Indonesia dengan persenjataan modern. Adapun yang tingil-tingil (yang mau masuk kembali ke Indonesia, pen) adalah sekutu termasuk di dalamnya Belanda, yaitu dengan persenjataan yang modern juga. Jika kita cekcok, kita pasti akan konyol.
Ki Bagus Hadikusumo
Kiai, di dalam rancangan Undang-Undang Dasar yang sedang kita musyawarahkan hari ini tercantum satu pasal yang menyatakan bahwa 6 bulan lagi nanti kita dapat adakan Majelis Permusyawaratan Rakyat, justru untuk membuat Undang-Undang Dasar yang sempurna. Rancangan yang sekarang ini adalah  rancangan Undang-Undang Dasar darurat. Belum ada waktu untuk membikin yang sempurna atau memuaskan semua pihak, apalagi di dalam kondisi kejepit!
Kiai, tidakkah bijaksana jikalau kita sekarang sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yakni menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita kita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil, makmur, tenang tenteram, diridhai Allah SWT.”
Kasman juga menjelaskan perubahan yang diusulkan oleh Mohammad Hatta, bahwa kata ”Ketuhanan” ditambah dengan ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.  KH A Wahid Hasyim dan Teuku Muhammad Hassan yang ikut dalam lobi itu menganggap Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan yang lainnya. Kasman menjelaskan, Ketuhanan Yang Maha Esa menentukan arti Ketuhanan dalam Pancasila. ”Sekali lagi bukan Ketuhanan sembarang Ketuhanan, tetapi yang dikenal Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Kasman meyakinkan Ki Bagus.
Kasman juga menjelaskan kepada Ki Bagus soal janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat undang-undang yang sempurna. Di sanalah nanti kelompok Islam bisa kembali mengajukan gagasan-gagasan Islam. Karena Soekarno ketika itu mengatakan, bahwa perubahan ini adalah Undang-Undang Dasar sementara, Undang-undang Dasar kilat. “Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang yang lebih lengkap dan sempurna,” kata Soekarno.
KH A Wahid Hasyim
Para tokoh Islam saat itu menganggap ucapan Soekarno sebagai “janji” yang harus ditagih. Apalagi, ucapan Soekarno itulah setidaknya yang membuat Ki Bagus merasa masih ada harapan untuk memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam undang-undang yang lengkap dan tetap nantinya.
”Hanya dengan kepastian dan jaminan enam bulan lagi sesudah Agustus 1945 itu akan dibentuk sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis pembuat Undang-Undang Dasar Negara guna memasukkan materi Islam itu ke dalam undang-undang dasar yang tetap, maka bersabarlah Ki Bagus Hadikusumo itu untuk menanti,” kenang Kasman dalam memoirnya.
Selain soal jaminan di atas, tokoh-tokoh Islam juga dihadapkan pada suatu situasi terjepit dan sulit, dimana kalangan sekular selalu mengatakan bahwa kemerdekaan yang sudah diproklamasikan membutuhkan persatuan yang kokoh. Inilah yang disebut Kasman dalam memoirnya bahwa kalangan sekular pintar memanfaatkan momen psikologis, dimana bangsa ini butuh persatuan, sehingga segala yang berpotensi memicu perpecahan harus diminimalisir. Dan yang perlu dicatat, tokoh-tokoh Islam yang dari awal menginginkan negeri ini merdeka dan bersatu, saat itu begitu legowo untuk tidak memaksakan kehendaknya mempertahankan tujuh kata tersebut, meskipun begitu pahit rasanya hingga saat ini. Sementara kalangan sekular-Kristen yang minoritas selalu membuat move politik yang memaksakan kehendak mereka.
Namun sikap toleran dan legowo tokoh-tokoh Islam ternyata dikhianati. Kasman sendiri akhirnya menyesal telah membujuk dan melobi Ki Bagus hingga akhirnya tokoh Muhammadiyah itu menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Setelah berhasil melobi Ki Bagus, sebagaimana diceritakan Kasman dalam Memoirnya, ia gelisah dan tidak bisa tidur. Kepada keluarganya ia tidak bicara, diam membisu. Ia menceritakan dalam memoirnya,
”Alangkah terkejut saya waktu mendapat laporan dari Cudhanco Latief Hendraningrat, bahwa balatentara Dai Nippon (Jepang, pen) telah mengepung Daidan, dan kemudian merampas semua senjata dan mesiu yang ada di Daidan. Selesai laporan, maka Latief Hendraningrat hanya dapat menangis seperti anak kecil, dan menyerahkan diri kepada saya untuk dihukum atau diampuni. Nota bene, Latief sebelum itu, bahkan sebelum memberi laporannya telah meminta maaf terlebih dahulu.
Teuku Muhammad Hasan
Ya apa mau dibuat! Saya pun tak dapat berbuat apa-apa. Saya mencari kesalahan pada diri saya sendiri sebelum menunjuk orang lain bersalah. Ini adalah pelajaran Islam. Memang saya ada bersalah, mengapa saya sebagai militer kok ikut-ikutan berpolitik dengan memenuhi panggilan Bung Karno!?
….Malamnya tanggal (18 Agustus malam menjelang 19 Agustus 1945) itu sengaja saya membisu. Kepada keluargapun saya tidak banyak bicara, saya pun lelah, letih sekali hari itu, lagi pula kesal di hati. Siapa yang harus saya marahi?”
Kasman mengatakan, ada dua kehilangan besar dalam sejarah bangsa ini ketika itu. Pertama, penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Kedua, hilangnya sejumlah senjata milik tentara Indonesia dan lain-lainnya yang sangat vital pada waktu itu.
Kasman menyadari dirinya terlalu praktis dan tidak berpikir jauh dalam memandang Piagam Jakarta. Ia hanya terbuai dengan janji Soekarno yang mengatakan bahwa enam bulan lagi akan ada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan dapat memperbaiki kembali semua itu. Padahal dalam waktu enam bulan, mustahil untuk melakukan sidang perubahan di tengah kondisi yang masih bergolak. Meski Kasman telah mengambil langkah keliru, namun niat di hatinya sesungguhnya sangat baik, ingin bangsa ini bersatu.
“Sayalah yang bertanggung jawab dalam masalalah ini, dan semoga Allah mengampuni dosa saya,” kata Kasman sambil meneteskan air mata, seperti diceritakan tokoh Muhammadiyah Lukman Harun, saat Kasman mengulang cerita peristiwa tanggal 18 Agustus itu.
Muhammad Hatta
Seolah ingin mengobati rasa bersalah atas penyesalannya pada peristiwa 18 Agustus 1945, pada sidang di Majelis Konstituante 2 Desember 1957, Kasman tak lagi sekadar menjadi “Singodimejo” tetapi berubah menjadi “Singa di Podium” yang menuntut kembalinya tujuh kata dalam Piagam Jakarta dan menolak Pancasila sebagai dasar negara. Dadanya seperti meledak, ingin menyuarakan aspirasi umat Islam yang telah dikhianati.
Dengan lantang dan berapi-api ia berpidato, “Saudara ketua, satu-satunya tempat yang tepat untuk menetapkan Undang-Undang Dasar yang tetap dan untuk menentukan dasar negara yang tentu-tentu itu ialah Dewan Konstituante ini! Justru itulah yang menjadi way out daripada pertempuran sengit di dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang telah pula saya singgung dalam pidato saya dalam pandangan umum babak pertama.
Saudara ketua, saya masih ingat, bagaimana ngototnya almarhum Ki Bagus Hadikusumo Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah yang pada waktu itu sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempertahankan Islam untuk dimasukkan dalam muqoddimah dan Undang-Undang Dasar 1945. Begitu ngotot saudara ketua, sehingga Bung Karno dan Bung Hatta menyuruh Mr T.M Hassan sebagai putra Aceh menyantuni Ki Bagus Hadikusumo guna menentramkannya. Hanya dengan kepastian dan jaminan bahwa 6 bulan lagi sesudah Agustus 1945 kita akan bentuk sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis Pembuat Undang-Undang Dasar yang tetap, maka bersabarlah Ki Bagus Hadikusumo untuk menanti.
Saudara ketua, kini juru bicara Islam Ki Bagus Hadikusumo itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamannya, karena telah berpulang ke rahmatullah. Beliau telah menanti dengan sabarnya, bukan menanti 6 bulan seperti yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau menanti, ya menanti sampai dengan wafatnya…
Soekarno, saat pemilu 1955
Gentlement agreement itu sama sekali tidak bisa dipisahkan daripada “janji” yang telah diikrarkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia kepada kami golongan Islam yang berada dalam panitia tersebut. Di dalam hal ini Dewan Konstituante yang terhormat dapat memanggil Mr. T.M Hassan, Bung Karno dan Bung Hatta sebagai saksi mutlak yang masih  hidup guna mempersaksikan kebenaran uraian saya ini…
Saudara ketua, di mana lagi jika tidak di Dewan Konstituante yang terhormat ini, saudara ketua, di manakah kami golongan Islam menuntut penunaian “janji” tadi itu? Di mana lagi tempatnya? Apakah Prof Mr Soehardi mau memaksa kita mengadakan revolusi? Saya persilakan saudara Prof Mr Soehardi menjawab pertanyaan saya ini secara tegas! Silakan!
Suasana Sidang Pembahasan Piagam Jakarta
Saudara ketua, jikalau dulu pada tanggal 18 Agustus 1945 kami golongan Islam telah difait-a complikan dengan suatu janji dan/atau harapan dengan  menantikan waktu 6 bulan, menantikan suatu Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk membuat Undang-Undang Dasar yang baru dan yang permanen, saudara ketua, janganlah kami golongan Islam  di Dewan Konstituante  sekarang ini difait-a complikan lagi dengan anggapan-anggapan semacam: Undang-Undang Dasar Sementara dan Dasar Negara tidak boleh dirubah, tidak boleh diganti, tidak boleh diganggu gugat! Sebab fait-a compli semacam itu sekali ini, saudara ketua, hanya akan memaksa dada meledak!”
Pidato Kasman di Sidang Konstituante yang sangat menyengat dan mengusulkan Islam sebagai dasar negara sungguh sebuah penebusan kesalahan yang sangat luar biasa.Dalam pidato tersebut, Kasman secara detil mengemukakan alasan-alasannya mengapa Islam layak dijadikan dasar negara, dan mempersilakan golongan lain untuk mengemukakan alasan-alasannya terhadap Pancasila.
Bagi Kasman, Islam adalah sumber mata air yang tak pernah kering dan tak akan ada habisnya  untuk digunakan sebagai dasar dari NKRI ini, jika negara ini dilandaskan pada Islam. Sedangkan Pancasila yang dijadikan dasar negara tak lebih seperti “air dalam tempayan”, yang diambil diangsur, digali dari “mata air” atau sumber yang universal itu, yaitu Islam.
Kasman mengatakan, “Ada yang mengira, si penemu—katakan kalau mau, ‘si penggali’ air dalam tempayan itu adalah sakti mandra guna, dianggapnya hampir-hampir seperti Nabi atau lebih daripada itu, dan tidak dapat diganggu gugat. Sedang air dalam tempayan itu, lama kelamaan, secara tidak terasa mungkin, dianggapnya sebagai air yang keramat, ya sebagai supergeloof (ideologi yang luar biasa, pen) yang tidak dapat dibahas dengan akal manusia, dan yang tidak boleh didiskusikan lagi di Konstituante sini. Masya Allah!”
Begitulah sekelumit kisah di balik penghapusan syariat Islam dalam naskah Piagam Jakarta. Ada dusta dan khianat dari mereka yang memberi janji-janji muluk kepada tokoh-tokoh Islam saat itu. Ada upaya-upaya yang jelas dan tegas untuk memarjinalkan Islam. Menggunting dalam lipatan, menelikung di tengah jalan, adalah politik yang dilakukan kelompok-kelompok yang tidak ingin negara ini berlandaskan pada syariat Islam.
Inilah pelajaran berharga bagi umat Islam, dimana sikap toleran kita terhadap kelompok minoritas justru dihadiahi janji-janji palsu dan dusta. Umat Islam harus menagih janji itu, bahwa Piagam Jakarta harus kembali diberlakukan! (Artawijaya/salam-online.com)

Merdeka Apanya? Mana ‘Janji Manis’ Soekarno itu?



Asal tahu saja, negeri ini diperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah adalah oleh umat Islam. Pesantren dan masjid, di antaranya, jadi basis mengusir penjajah.
Darah umat Islam sudah mengalir deras di negeri ini. Nyawa kaum Muslimin menjadi saksi (insya Allah mati syahid) akan perlawanan mereka terhadap penjajah.
Dengan semangat Islam yang tinggi diiringi pekik takbir yang menggentarkan musuh, para ulama, kiai, santri, tokoh dan pemimpin umat saling bersinergi memperjuangkan kemerdekaan Negara ini. Karenanya, wajar saja, jika umat Islam adalah pemilik sah  negeri ini.
Lain halnya, kelompok-kelompok yang ingin keluar dari NKRI, lantaran mereka memang tak berjuang untuk kemerdekaan negeri ini. Bisa jadi mereka merasa memiliki ideologi yang sama dengan penjajah.
Jadi, mereka khawatir, kalau nanti merdeka, maka mayoritas Islam yang mengusir penjajah akan mengendalikan republik ini. Sebut misalnya kelompok yang menamakan dirinya Rakyat Maluku Selatan (RMS) dan Papua Merdeka (PM). RMS justru berkolaborasi dengan penjajah Belanda.
Setiap tahun, saat berulang tahun, RMS dan PM mengibarkan benderanya. Kesamaan ideologi dengan penjajah, membuat RMS, misalnya, merasa gerah gabung dengan NKRI.
Sebaliknya, umat Islam merasa, karena negeri ini mereka yang berdarah-darah memperjuangkannya, maka wajar saja jika merekalah yang mestinya memiliki peran aktif dalam mengatur jalannya Negara ini.
Karenanya, harus diakui, umat Islam adalah pemegang saham terbesar negeri ini. Umat Islam-lah yang berjihad, berkuah darah, hingga menuju gerbang el-maut dalam rangka mengusir penjajah. Eh, tapi, ironisnya, setelah merdeka negeri ini tidak diatur oleh sistem Islam. Yang memimpin pun bukan dari kelompok mayoritas umat ini—dalam arti pemimpin Islam yang sesungguhnya.
Ketika sudah disepakati dan ditandatangani Piagam Jakarta sebagai konstitusi, khususnya untuk mengatur umat Islam sendiri —jadi bukan sistem Islam secara utuh yang mengatur republik—eh itu pun dianulir lagi secara sepihak, sehari setelah deklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi, boleh dibilang, pembatalan tujuh kalimat yang berlaku hanya untuk kaum Muslimin itu sesungguhnya tidak sah!
Pada 18 Agustus 1945, tanpa melibatkan golongan Islam, dengan liciknya tujuh kata dalam Piagam Jakarta dihapus. Padahal kalimat “Ketuhanan, dengan Kewajiban Menjalankan Syariat islam bagi Pemeluk-pemeluknya” itu jelas-jelas berlaku hanya untuk umat Islam.
Jadi, boro-boro Indonesia waktu itu memberlakukan sistem Islam sebagai konstitusi negaranya. Lha, tujuh kata yang hanya untuk mengatur umat Islam saja—tak berlaku bagi golongan lain—itu pun mereka batalkan secara sepihak. Apalagi jika Islam menjadi konstitusi secara penuh Negara ini.
Padahal, karena umat Islam yang memperjuangkan kemerdekaan, maka wajar saja jika republik ini diatur oleh sistem Islam. Wajar pula jika yang memimpin Negara ini adalah dari golongan Islam. Maksudnya bukan sekadar KTP-nya Islam, tapi pemimpin Islam dalam arti sebenarnya. Soekarno, betul dia punya KTP Islam, tetapi dia bukan pemimpin Islam.
Pasti, kaum anti Islam—pihak asing yang berkolaborasi dengan kekuatan dalam—sudah merancang sedemikian rupa agar setelah “merdeka” jangan sampai Indonesia diatur oleh sistem Islam.
Karena itu, jangankan sistem dan Konstitusi Islam, tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang hanya mengatur umat Islam saja, terlarang! Mereka tak sudi jika kaum Muslimin menjalankan syariatnya sendiri. Hati mereka panas! Otak mereka mendidih, tidak rela umat Islam ini taat dan patuh kepada ajarannya sendiri!
Ancaman untuk berpisah dengan NKRI sebenarnya itu cuma “gertak sambal!” Opsir jepang yang disebut-sebut jadi perantara “gertak sambal” itu pun misterius, tak jelas! Sejarawan Ridwan Saidi menyebut Hatta telah berbohong dalam hal ini. Artinya, opsir Jepang itu fiktif!
Kalaupun opsir Jepang itu ada dan menjadi calo “gertak sambal” itu, memangnya kenapa? Apa urusannya? Bukankah Piagam Jakarta itu sudah ditandatangani pada 22 Juni 1945 oleh Panitia Sembilan, termasuk oleh wakil Kristen? Dan, setelah keinginan mereka dipenuhi (tujuh kata dari Piagam Jakarta dihapus) toh ancaman untuk memisahkan diri itu tetap ada sampai sekarang.
Inilah negeri mayoritas Muslim yang kemerdekaannya mereka perjuangkan, tapi setelah merdeka, umat mayoritas ini dikadalin dan ditipu, sehingga sistem Islam tidak berlaku, dan yang memimpinnya pun bukan dari kalangan Islam. Kasus penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta, menunjukkan sejak awal, sudah ada tirani minoritas di republik ini. Aha… minoritas menindas mayoritas. Mayoritas mengalah pada minoritas!
Mr Sjafroeddin Prawiranegara, Presiden Darurat RI di Bukittinggi, salah seorang tokoh Islam yang dipenjarakan Soekarno
Mayoritas yang tak berdaya. Maka, setelah proklamasi 17 Agustus pun, wajar saja, negeri ini tidak benar-benar merdeka. Pihak asing tetap mengangkangi negeri ini. Kekayaan alam tetap dikuasai asing. Jadi, meski memiliki aset dan kekayaan alam yang melimpah, sebagian besar rakyatnya tetap miskin. Meski penjajahan secara fisik dari pihak asing sudah berlalu, tapi politik, ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya tetap dijajah.
Keterlibatan pihak asing untuk memilih pemimpin negeri ini sulit dipungkiri. Tak boleh pemimpin Islam yang sebenarnya naik panggung memimpin negeri ini. Sebagian besar atau 90% lebih aset dan kekayaan alam negeri ini dikuasai pihak asing. Padahal dalam konstitusinya jelas-jelas disebut semua kekayaan alam negara ini dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pendidikan untuk rakyat hanya slogan kosong. Yang bisa sekolah dan menikmati pendidikan sampai jenjang tinggi tetap yang punyab duit. Begitu pula dengan  budaya sudah lama disusupi dan dikendalikan pihak asing. Media, khususnya televisi punya andil besar dalam mengubah perilaku umat Islam menjadi berkelakuan jahiliyah.
Jadi, meski secara fisik sang penjajah tak ada di sini, tapi semua aspek kehidupan mereka kuasai dan kendalikan. Bisa dibilang proklamasi 17 Agustus hanyalah secarik kertas yang dibacakan Soekarno untuk menyatakan tak ada lagi penjajahan fisik. Anehnya, teks proklamasi yang sesungguhnya terdapat dalam Piagam Jakarta, tak dibacakan Soekarno, tapi malah dibuat lagi teks proklamasi yang ada coret-coretannya. Padahal sudah disiapkan teks proklamasi dalam Piagam Jakarta. Tampak sekali persekongkolan jahatnya. Ingin menafikan unsur Piagam Jakarta dalam proklamasi kemerdekaan.
Amboi! Lihat, berapa banyak rakyat yang menderita lantaran tak bisa menikmati proklamasi yang dibacakan Soekarno itu, lantaran ulah para pengkhianat yang berkolaborasi dengan pihak asing untuk merampok ekonomi dan kekayaan alam negeri ini?
Jadi, merdeka apanya? Mana ‘janji manis’ Soekarno dalam waktu 6 bulan akan memberlakukan sistem Islam di republik ini? Mereka tak kan memenuhi janji-janji palsu itu, lantaran jika sistem Islam yang berlaku, mereka tak dapat lagi mengangkangi negeri ini. Rakyat akan benar-benar merdeka!
Sebagian kalangan Islam, lantaran merasa dikadalin setelah tahu Islam tidak menjadi sistem bernegara dan bermasyarakat, maka mereka pun mengadakan perlawanan. ‘Janji manis’ Soekarno kepada tokoh-tokoh Masyumi kala itu dan air mata buaya Soekarno di depan Tengku Daoed Beureueh untuk memberlakukan sistem Islam 6 bulan ke depan pasca kemerdekaan adalah janji palsu yang membuat kalangan Islam menjadi berang!
SM Kartosuwirjo: memproklamirkan NII 7 Agustus 1949
Akhirnya, perlawanan umat Islam terpecah menjadi dua kelompok perjuangan. Kelompok pertama, kelompok yang berjuang lewat parlemen, dipimpin oleh Masyumi. Kelompok kedua, perlawanan yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo yang memproklamirkan Negara Islam Indonesia (NII).
Kekecewaan yang sangat mendalam, membuat Kartosuwirjo mengibarkan bendera NII—sehingga tawaran sebagai Menteri Pertahanan RI ditolaknya, karena tak sudi Indonesia memberlakukan sistem yang bukan Islam.Kelompok ini merasa, kok setelah umat Islam berhasil mengusir penjajah, Indonesia tak diatur oleh Islam.
Jika Kartosuwirjo berjuang secara fisik, kelompok Islam yang direpresentasikan dengan Masyumi berusaha memperjuangkan sistem Islam melalui parlemen.
Ironis! Perlawanan Kartosuwirjo dengan NII-nya dan politisi Islam melalui Masyuminya di parlemen—keduanya kandas! Bahkan NII akhirnya tercabik-cabik tak jelas dan jadi alat mainan intelijen. Sementara Masyumi dibubarkan! Sejumlah pemimpin Islam bahkan dipenjara oleh Soekarno.
Lantas, bagaimana “nasib janji manis Soekarno” dalam waktu enam bulan pasca kemerdekaan yang akan memberlakukan sistem Islam atau minimal Piagam Jakarta yang memuat tujuh kata itu? Bukankah Piagam Jakarta itu sudah disepakati dan ditandatangani, tapi dianulir secara sepihak tanpa melibatkan golongan Islam yang menadatangani kesepakatan itu?
Penganuliran itu jelas tidak sah dan harus batal demi hukum! Mengapa dari kalangan Islam tak ada gugatan sampai sekarang, setidaknya ke Mahkamah Konstitusi?! (s/salam-online)

22 Juni, Seputar Piagam Jakarta: Soekarno Berkhianat & Bohong, Hatta Berdusta!

Hatta dan Soekarno
Tanggal 22 Juni adalah hari yang bersejarah. Piagam Jakarta ditandatangani. Inti dari Piagam Jakarta adalah pelaksanaan syariah Islam bagi kaum Muslimin—sebagai ganti republik ini belum menjadikan Islam sebagai Dasar Negara.
Tetapi, setelah itu kenyataan berbicara lain. Tanggal 17 Agustus  1945 yang merupakan hari gembira bagi bangsa Indonesia karena diproklamirkannya kemerdekaan, namun sehari setelah proklamasi, 18 agustus 1945, adalah hari kelam bagi Umat Islam Indonesia.  Pada hari itu kesepakatan antara umat Islam dengan kelompok nasionalis dan Non-Muslim dikhianati.
Tujuh kata yang menjamin penegakan syariat Islam  di Indonesia dihapus. “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Dengan penghapusan ini, pembukaan konstitusi yang tadinya disebut sebagai Piagam Jakarta pun berubah drastis. Sebelumnya, para wakil kelompok Islam yang menjadi anggota Dokuritsu Zyumbi Tyioosaki atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berusaha keras menjadikan Islam sebagai Dasar Negara.
Perdebatan alot terjadi sehingga lahirlah kompromi berupa Piagam Jakarta. Islam tidak menjadi dasar Negara, namun kewajiban bagi para pemeluknya diatur dalam kontitusi.
BPUPKI kemudiaan menetapkan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Naskah tersebut di tetapkan sebagai Mukaddimah UUD.
Pada tanggal 7 Agustus BPUPKI berubah menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)  yang di ketuai oleh Soekarno. Piagam Jakarta bertahan sebagai Mukaddimah  UUD hingga 17 Agustus 1945, karena selang sehari kemudian dipersoalkan oleh golongan Kristen, yang selanjutnya dibantu para pengkhianat.  Padahal A.A Maramis  yang menjadi wakil Kristen di PPKI sudah setuju dengan piagam tersebut dan ikut menandatangani.
Rekayasa Politik
Suasana Sidang Pembahasan Piagam Jakarta
Kronologi penghapusan Piagam Jakarta cukup misterius. Pada tanggal 18 Agustus Moh. Hatta mengaku ditemui oleh seorang perwira angkatan laut jepang. Katanya, opsir itu menyampaikan pesan berisi “ancaman” dari tokoh Kristen di Indonesia timur. Jika tujuh kata dalam Sila Pertama pembukaan (Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) tidak dihapus, mereka akan memisahkan diri dari Indonesia merdeka.
Hatta dan Soekarno, yang memang termasuk kelompok sekuler, kemudian membujuk anggota PPKI dari kelompok Muslim untuk menyetujui penghapusan tujuh kata itu. Di antara mereka hanya Ki Bagus Hadi Kusumo yang bersikeras tak mau. Menurut Ki Bagus, itu berarti mencederai gentlemen agreement (Kesepakatan di antara para pria terhormat) yang sudah mereka sepakati bersama. Soekarno dan Hatta kemudian menyuruh Tengku Moh. Hassan (anggota PPKI dari Aceh) dan Kasman Singodimedjo (Anggota Muhammadiyah seperti Ki Bagus) untuk membujuk Ki Bagus. Kasman-lah yang berhasil meyakinkan, terutama dengan janji syariat Islam akan masuk kembali dalam dalam konstitusi daerah setelah MPR terbentuk enam bulan kemudian. Dan, kenyataannya, Soekarno ingkar janji. Para pemimpin Islam kena tipu mulut manisnya Soekarno. Jadi, kelak, itulah salah satu alasan utama yang melatarbelakangi timbulnya perjuangan DI-TII pimpinan Kartosuwirjo.
Kelak Kasman sangat menyesali peran dalam penghapusan tujuh kata tersebut. Ternyata hal tersebut berujung pada nasib tragis umat Islam di Indonesia yang mayoritas tetapi tidak boleh menjalankan syariat di dalam negeri sendiri.  Kabarnya, Kasman Singodimedjo, selalu menangis jika teringat perannya membujuk Ki Bagus.
Misteri Opsir Jepang
Pertanyaan pertama dan kedua agak sulit dijawab. Sampai wafatnya, Hatta tak pernah  membuka mulut siapa pemberi dan penyampai pesan itu. Ia mengaku lupa (atau pura-pura lupa, ada juga dugaan itu fiktif, red) siapa nama opsir jepang tersebut. Ada beberapa spekulasi yang menyebut bahwa pemberi pesan itu adalah dr. Sam Ratulangi, tokoh krsten dari Sulawesi utara. Kini namanya diabadikaan sebagai nama universitas di Manado.
Artawijaya, dalam Peristiwa 18 Agustus 1945: “Pengkhianatan Kelompok Sekuler Menghapus Piagam Jakarta”, menguraikan beberapa teori yang mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas. Pertama,  soal Opsir Jepang, Artawijaya mengambil teori Ridwan Saidi, seperti dikutip dari Dr Sujono Martoesewojo dkk, dalam bukunya “Mahasiswa ’45 Prapatan 10”. Menurut Ridwan, anggapan bahwa ada opsir jepang yang datang ke rumah Hatta  pada petang hari tanggal 18 Agustus 1945 kemungkinan karena kesalahpahaman saja. Iman Slamet, mahasiswa kedokteran yang menemani Piet Mamahit menemui Hatta memang berpostur tinggi, rambut pendek, mata sipit, dan suka berpakaian putih-putih. Iman Slamet inilah yang kemungkinan dikira Opsir Jepang oleh Hatta. (Ini aneh.  Jika betul Hatta mengira Slamet sebagai opsir Jepang, apa dia, Hatta, tidak bertanya tentang Slamet, kenapa bisa langsung menyimpulkan sebagai opsir Jepang?)
Lalu untuk apa para mahasiswa itu mendatangi Hatta? Menurut penelitian Artawijaya, pada saat proklamasi 17 agustus 1945 dibacakan di jalan Pegangsaan 56, Jakarta, tak ada satu pun tokoh Kristen yang hadir dalam peristiwa bersejarah itu. Seharusnya, dalam suasana kemerdekaan dan untuk menunjukkan rasa persatuan, mereka hadir dalam acara tersebut.
Kenapa tokoh Kristen tak menghadiri acara penting dan sangat bersejarah itu?
Menurut Artawijaya, para aktivis Kristen tengah sibuk kasak-kusuk melakukan konsolidasi dan lobi lobi politik untuk meminta penghapusan tujuh kata dalam piagam Jakarta. Kesimpulan ini didasarkan pada pernyataan Soekarno yang mengatakan bahwa malam hari usai proklamasi kemerdekaan RI, ia mendapat telepon dari sekelompok mahasiswa Prapatan 10, yang mengatakan bahwa siang hari pukul 12.00 WIB (tanggal 17 Agustus), tiga orang anggota PPKI asal Indonesia timur, dr Sam Ratulangi, Latuharhary, dan I Gusti Ketut Pudja mendatangi asrama mereka dengan ditemani dua orang aktivis mahasiswa. Mereka keberatan dengan isi Piagam Jakarta. Kalimat dalam Piagam Jakarta, bagi mereka, sangat menusuk perasaan golongan Kristen.
Pada saat itu Latuharhaary sengaja mengajak  dr. Sam Ratulangi, I Gusti ketut Pudja, dan dua aktivis asal Kalimantan timur, agar seolah-olah suara mereka mewakili masyarakat Indonesia wilayah timur. Mereka juga sengaja melempar isu ini ke kelompok mahasiswa yang memang mempunyai kekuatan menekan, dan mengharap isu ini juga menjadi tanggung jawab mahasiswa.
Kelompok mahasiswa lalu menghubungi Hatta, yang kemudian mengundang para mahasiswa untuk datang menemuinnya pukul  17.00 WIB. Hadir dalam pertemuan itu aktivis Prapatan 10, Piet Mamahit dan Iman Slamet.
Setelah berdialog Hatta kemudian menyetujui usul perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Setelah dari Hatta malam itu juga para mahasiswa menelpon Soekarno untuk menyatakan keberatan dari tokoh Kristen Indonesia timur.
Tokoh dimaksud adalah dr. Sam Ratulangi yang sebelumnya mendatangi kelompok mahasiswa Prapatan pada pukul 12.00 WIB, tanggal 17 agustus 1945. Ratulangi meminta mereka untuk terlibat dalam penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Kemudian mahasiswa itu menghubungi Hatta, dan Hatta mengatur pertemuan pada sore harinya.
Berdasarkan fakta tadi maka keterangan Hatta soal adanya pertemuan dengan Opsir Jepang, yang ia lupa namanya, diragukan. Karena itu dalam sebuah diskusi tentang piagam Jakarata, Ridwan Saidi mengatakan, Dengan segala hormat saya pada Bung Hatta, dia seorang yang bersahaja, tapi dalam kasus piagam Jakarta saya harus mengatakan bahwa ia berdusta.
Sejarawan Ridwan Saidi
Penelitian Ridwan Saidi dikuatkan dengan sebuah buku yang diterbitkan di Cornell University AS, yang mengatakan bahwa dalang di balik sosok misterius opsir Jepang adalah dr. Sam Ratulangi, yang disebut dalam buku itu sebagai an astune Christian politician from Manado, north Sulawesi (Seorang politisi Kristen yang licik dari Manado, Sulawesi Utara).
Jadi, menurut teori Ridwan Saidi, Hatta menyembunyikan fakta bahwa yang ia temui bukanlah seorang opsir Jepang. Bisa jadi yang ia temui dan disangka Opsir Jepang adalah mahasiswa, Iman Slamet, yang fisik dan pakaiannya mirip orang jepang. Sementara tokoh Indonesia timur yang membawa pesan itu adalah dr. Sam Ratulangi. (Tapi andai pun benar opsir Jepang, memangnya kenapa, tetap tak ada juga alasan untuk berkhianat, red).
Kaum Islamfobia
Pendek cerita, tujuh kata itu dihapus. Namun tak hanya itu, beberapa perubahan terkait peran Islam dalam kontitusi juga danulir.  Terkait pertanyaan ketiga, benarkah Indonesia Timur yang mayoritas Kristen tak akan melepaskan diri setelah penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta?
Sejarah kemudian membuktikan, kawasan yang menjadi modal klaim kelompok Kristen itu ternyata tetap berusaha melepaskan diri dari naungan NKRI—meskipun tujuh kata sebagai pengorbanan umat Islam itu sudah dihapus. Tapi, walaupun umat Islam (khususnya para pimpinan dan toloh Islam) kala itu sudah dikhianati, dikadalin dan ditipu, berikutnya tak jua mengambil pelajaran dari pengalaman pahit ini!
Pemberontakan RMS di Maluku dan Permesta di Sulawesi Utara membuktikan, tanpa tujuh kata tentang Syariat Islam pun, kelompok Kristen memang tak betah bernaung di bawah NKRI. Kelak kebencian itu menggelora lagi di kawasan yang sama. Sekian abad dimanja Belanda sebagai warga kelas satu membuat kelompok Kristen tak sudi dipimpin oleh Muslim.
Faktanya lagi, pada saat bangsa Indonesia masih berpegang teguh pada UUD 1945 (hasil perubahan yang memenuhi aspirasi kelompok Kristen), toh orang-orang Kristen dan Katolik dari Timur itu ternyata tetap sangat kuat keinginannya untuk  melepaskan diri dari Indonesia. Munculnya gerakan RMS, FKM, Kongres Papua, Papua Merdeka, adalah sebagai bukti. Demikian pula, peristiwa Ambon dan Poso yang dilatarbelakangi  rebutan posisi politik lokal menunjukkan sinyalemen tersebut.
Yang terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945 betul-betul tragedi hitam bagi umat Islam yang berbuntut panjang di masa depan. Umat Islam tertipu atau ditipu, dikhianati dan dibohongi! Tapi, sayangnya, dalam banyak peristiwa umat Islam negeri ini masih juga tak mengambil pelajaran dari pengalaman sebelumnya. Kerap gagap, kegigit lidah dan mudah jadi pecundang! Atau mengalah demi toleransi yang padahal golongan lain (yang minoritas) itu pun tak pernah mau bertoleransi dengan umat yang mayoritas ini.
Sebagai contoh, umat Islam ingin melaksanakan ajarannya sendiri yang diatur melalui Piagam Jakarta, lantas apa urusannya kelompok lain keberatan? Kenapa mereka menolak umat Islam untuk melaksanakan syariat yang diatur dengan aturan yang dibuat sendiri oleh umat Islam?   Begitu pula dengan sejumlah Perda yang mengatur umat Islam, kenapa harus sewot jika kaum Muslimin melaksanakan ajarannya sesuai ketentuan dalam Perda itu?
Belakangan, ketika sejumlah Perda yang mengatur pelaksanaan syariah untuk umat Islam muncul, kelompok yang dulu menolak Piagam Jakarta, termasuk kaum sekuler dan liberal saat ini, kembali sewot! Padahal, Soekarno sendiri dalam dekritnya, 5 Juli 1959, jelas-jelas menyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD ’45. Jadi, jika sekarang umat Islam mengatur dirinya melalui Perda Syariah, itu sah-sah saja, dan sangat sesuai dengan UUD ’45, karena Piagam Jakarta itu menjiwai UUD.
Itu, baru segitu, kelompok yang sebenarnya tidak benar-benar berjuang untuk Indonesia merdeka (karena mereka lebih suka dipimpin penjajah yang ideologinya sama), mereka sudah sewot dan menusuk dari belakang. Nah, bagaimana jika umat Islam negeri ini menggugat dan menagih janji diberlakukannya Piagam Jakarta atau Dasar Negara yang berdasarkan Islam, sebagaimana janji Soekarno?
Sebab, walau bagaimanapun, umat mayoritas ini berhak merealisasikan Piagam Jakarta—lantaran penghapusan tujuh kata dan pengebirian kesepakatan lainnya dalam UUD 45 itu adalah tidak sah. Piagam Jakarta itu sudah disepakati dan disahkan pada 22 Juni 1945, dan golongan Kristen, AA Maramis pun sudah tanda tangan!
Jadi, jika Perda-perda Syariah itu dijalankan, sah-sah saja dan merupakan hak umat Islam sebagai bagian pelaksanaan Piagam Jakarta. Sedang penghapusan tujuh kata itu dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan wakil-wakil Islam yang bersama-sama kelompok nasionalis-sekuler dan wakil dari golongan Kristen menandatangani Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945.
Karenanya, sekali lagi, penghapusan tujuh kata itu tidak sah. Dengan demikian, Piagam Jakarta itu sampai sekarang tetap berlaku. Apalagi disebutkan,  UUD 45 itu dijiwai oleh Piagam Jakarta. Sementara Dasar Negara Islam yang dijanjikan belum jua diberlakukan, karena pengkhianatan, pembohongan dan penipuan yang dilakukan terhadap umat Islam.
(Disunting dan diperbarui kembali oleh salam-online.com dari Majalah An-Najah Edisi 72).

Krisis Ulama: Dari Ulama Su’ Hingga Dai Karbitan dan Orbitan

-Catatan IBNU AL BANJARI-
: Di samping krisis iman, akhlak, ekonomi, energi, dan lainnya, sesungguhnya negeri ini sudah lama mengalami krisis ulama. Sulitnya mencari ulama panutan  yang layak diteladani, sama dengan sukarnya memberantas kemungkaran dan kebatilan. Mengapa? Kelangkaan ulama (yang benar) menyebabkan sulitnya mendapatkan ulama yang berani menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Kemungkaran dan kebatilan pun berlari dengan kencangnya, menutupi dan menghambat jalannya kebenaran.
Akibat dari krisis ulama, umat kehilangan tempat bertanya dengan jawaban yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah. Kaum Muslimin justru mendapatkan jawaban-jawaban yang mengambang, kalau tak boleh disebut menyimpang, lantaran para ulama yang benar sulit dicari. Ulama-ulama macam HAMKA, dan lainnya, sudah meninggalkan kita. Sekarang, yang muncul, meski tidak mengklaim sebagai ulama, tapi umumnya publik dan media massa menyebutnya sebagai  ulama, atau setidaknya ustadz dan dai. Kita tentu tak ingin, kemunculan mereka hanya dijadikan alat penghibur atau bahkan dipaksakan, sehingga tampak diorbit dan dikarbit—padahal yang bersangkutan tidak menguasai atau memahami ilmu (Qur’an dan Sunnah).
Kita sudah punya pengalaman pahit, sosok yang semula kita anggap sebagai dai dan ulama, belakangan tak sesuai dengan harapan. Sebagai manusia, kecewa boleh saja, tapi jangan berkelanjutan. Yang penting, kita jangan pernah lagi secara berlebihan menganggap seseorang itu hebat, sebagai ustadz, apalagi ulama, yang dijadikan idola. Padahal ilmunya masih cetek dan sikap serta perilakunya membuat dahi kita berkerut. Pengalaman lalu harus kita jadikan pelajaran, dimana sosok yang kita anggap dai dan  ulama hebat, ternyata berbelok dari perjuangannya. Tak berani menyatakan yang benar itu benar. Kikuk untuk menyatakan yang sesat itu sesat.
Di tengah kelangkaan ulama, kini bermunculan ustadz dan para dai muda yang, tentu saja, sulit kita sebut sebagai ulama—karena untuk disebut ulama memiliki syarat dan krietria tertentu. Apalagi belakangan diketahui, mereka yang tampil di stasiun televisi lebih kelihatan pd aspek entertain (hiburan)nya saja. Tampaknya pihak stasiun televisi memang lebih menekankan sosok yang tampil itu lebih menghibur, tak masalah jika ilmu dan pemahaman para dai itu cetek. Bahkan yang tampil sosok kebanci-bancian atau meniru-niru gaya perempuan pun no problem, yang penting menghibur. Astaghfirullah. Karenanya, kita lihat mereka yang tampil di televisi umumnya memiliki ilmu dan pemahaman Islam yang dangkal, menjawab pertanyaan audiens dan pemirsa pun sekenanya—bahkan tak jarang melenceng.
Tentu tak semuanya seperti itu. Beberapa di antaranya merupakan dai muda yang memang menguasai dan memiliki ilmu serta pemahaman yang benar tentang Islam—bukan orbitan dan karbitan seperti digambarkan di atas.  Kita berharap mereka menjadi ulama yang bisa dijadikan qudwah (teladan). Ulama yang dimaksud adalah mereka yang menguasai ilmu dan pemahaman tentang Qur’an-Sunnah, yang  sikap dan tindak tanduknya  mencerminkan akidah dan akhlak Islam.
Kita berharap, masih ada ulama seperti yang kita damba, yang berani berkata benar dan meluruskan yang salah. Kita masih berharap para ulama yang berhimpun dalam lembaga atau institusi ulama di negeri ini, masih manjadi pewaris Nabi (waratsatul anbiya). Karena, ulama, seperti dikatakan Rasulullah saw adalah pewaris para Nabi. Nabi sudah tiada, dan ditutup oleh Rasulullah Muhammad saw, maka para ulama berfungsi sebagai penerus perjuangan Nabi. Jika ulama tak menjalankan fungsinya, maka yang muncul adalah ulama-ulama jahat (su’).
Allah berfirman, “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Alkitab), kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syetan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia  termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajatnya) dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim,” (QS al-A’raf: 175-177).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebut ayat di atas berhubungan dengan Bal’am, seorang ‘ulama’ di zaman Fir’aun. Sedang Imam Ghazali menyatakan ayat  tersebut berkaitan dengan ulama su’ (jahat). Ulama su’, tak bisa dibilang sebagai waratsatul anbiya. Pernyataan Nabi saw ini, bahwa ulama adalah waratsatul anbiya, kini sudah kehilangan nuansa sakralnya. Citranya sudah pudar. Sebagian mereka tak lagi menjadi rujukan, tempat bertanya, apalagi panutan. Kelangkaan ulama yang benar, masih diiringi dengan kedekatan di antara mereka pada penguasa, lebih membela kepentingan penguasa, ketimbang rakyat.
Imam Ghazali menyitir hadits Rasulullah saw yang berbunyi, “Ulama yang paling buruk adalah ulama yang suka mengunjungi penguasa, sementara penguasa yang paling baik adalah yang sering mengunjungi ulama,” (HR Ibnu Majah). Kedekatan ulama pada penguasa, memang, menyimpan banyak kemungkinan penyimpangan. Makanya, umumnya para salafushshalih bersikap tegas pada penguasa. Dalam arti, mereka mendukung penguasa, jika penguasa itu menegakkan kebenaran. Sebaliknya, mereka sangat kritis, bahkan menolak penguasa yang melakukan perbuatan mungkar.
Di Indonesia, era penjajahan, banyak ulama yang menentang penjajah. Sebut misalnya, Dr Syaikh Abdul Karim Amrullah—populer dengan sebutan Haji Rasul, ayahnya Buya HAMKA. Lalu, ada A Hassan (pendiri PERSIS), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Hasyim Asy’ary (pendiri NU), Syaikh Ahmad Soorkati (Al Irsyad), Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Kalsel), Syaikh Basuni Imran (Kalbar), KH Mas Mansyur, dan sebagainya. Mereka adalah figur-figur yang tak pernah kompromi dengan penguasa (penjajah) di zamannya.
Sikap dan tindakan Haji Rasul menolak ajakan penjajah Jepang  saat upacara seikerei (penghormatan pada Kaisar jepang)  layak jadi bahan renungan kita, di tengah umumnya ulama saat ini kegigit lidah  untuk berpihak pada yang benar. Ketika itu, penjajah jepang mengadakan pertemuan dengan sekitar 50 kiai dari seluruh Jawa, di Bandung. Saat upacara seikerei dilakukan, semua berdiri dan melakukan seikerei, kecuali Rasul. Ia tetap duduk dengan gagahnya di atas tribun—sejajar dengan para petinggi (penjajah Jepang). Sikap dan perilaku Haji Rasul itu sama saja dengan memproklamirkan perang terhadap penjajah jepang yang terkenal sadis. Tapi, usai upacara, dengan yakinnya ia mengemukakan dalil.
“Tuan-tuan ulama yang mulia. Memang mempertahankankan pendirian dan keyakinan tidaklah selalu membawa bahaya, bahkan asal kita tetap tawakkal kepada Allah, bukan bahaya yang akan menimpa, tetapi mungkin menguntungkan. Janganlah hanya mengingat bahaya, tetapi ingat pula akan keuntungan. Cobalah lihat sikap saya tadi. Saya tetap duduk, sekali-kali bukan lantaran ingin menentang Dai Nippon, melainkan karena taat kepada ketentuan Allah. Allahlah yang melarang saya turut melakukan upacara ruku kepada selain Dia. Cobalah tuan-tuan lihat sekarang. Paduka tuan Kolonel tidaklah kecewa pada saya, karena saya tetap berpegang teguh pada keyakinan saya,” ujarnya.
Gara-gara peristiwa di Bandung itu, Jepang tak menyertakan Haji Rasul dalam kegiatan propaganda keliling. Tapi sikapnya tak pernah berubah, meski bujuk rayu Jepang begitu gencarnya. Sikap tegas Haji Rasul tak hanya pada penjajah jepang. Terhadap para kiai dan ulama yang dekat dengan penjajah, Haji Rasul pun bersikap serupa. Kepada Soekarno ia memberi nasihat, “Janganlah terlalu mewah Karno! Kalau hidup pemimpin terlalu mewah, segan rakyat mendekati!”
Haji Rasul alias Abdul Karim Amrullah, sadar betul dengan makna hadits, “Seutama-utama jihad adalah menyatakan perkataan yang benar terhadap penguasa yang zalim.” Karenanya, ulama yang benar tak pernah takut pada penguasa yang juga makhluk-Nya. Takutnya hanya kepada Allah. “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama,” (QS Faathir: 28).
Jadi, kalau seseorang dianggap sebagai ulama, tapi dia mau dikendalikan  penguasa, membantu memaksakan kehendak penguasa  kepada rakyat, tak berani menyatakan yang benar adalah benar, dan takut menyatakan yang sesat adalah sesat, maka layakkah ia disebut ulama dalam arti sebenarnya?
Sesungguhnya pengertian ulama yang benar, tak hanya dalam arti memahami syariah atau fiqh, tidak. Dokter, ekonom, pengusaha, guru, ilmuan, hakim, jaksa, pakar hukum syariah, fiqh, presiden, dan sebagainya, jika keilmuan dan profesinya membuatnya takut kepada Allah, maka dia adalah ulama. Jadi, seharusnya presiden itu sekaligus ulama. Intelektual, cendekiawan dan ilmuan itu ulama. Dokter itu ulama.
Semuanya ulama jika hanya takut kepada Allah. Ulama dalam keilmuan dan profesinya masing-masing. Jadi, dalam Islam, presiden yang menjadi pemimpin pemerintahan dan negara itu mestinya ulama. Tak ada pemisahan ulama dan umaro. Hadits yang menyebut dua istilah ini (ulama dan umaro) kedudukan haditsnya dipertanyakan oleh ahli hadits. Rasulullah saw itu sekaligus pemimpin negara, pemimpin pemerintahan. Para sahabat yang menjadi khalifah, selain menjadi pemimpin negara dan pemerintahan, juga ahli dalam hukum syariah dan fiqh. Jadi tak ada pemisahan ulama dengan umaro. Jika dipisahkan, itu namanya sekular!
Karenanya, jika partai-partai Islam paham, apalagi mereka mempunyai ulama di bidang masing-masing, ulama yang hanya takut kepada Allah, mestinya salah satu perjuangan mereka adalah mengembalikan fungsi pemerintahan dan kenegaraan sebagaimana era Rasulullah dan sahabat.
Keterangan Foto, dari atas ke bawah: 1. Buya HAMKA (Ulama & Ketua Umum MUI Pertama),  2.  A. Hassan (Ulama, Pendiri Persis),  3. KH Hasyim Asy’ari (Pendiri NU),  4.  KH Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), 5. Tengku Daud Beureueh (Ulama & Pejuang dari Aceh),  6.  KH Noer Ali (Ulama & Pejuang dari Betawi)(salam-online.com)

Siapa yang Pantas Disebut Ulama? Sebuah Nasihat dari Buya HAMKA dan M. Natsir

Ulama adalah figur yang mengakar ke bawah, mengakar pada umat, bukan merambat ke atas pada kekuasaan. Ulama adalah mereka yang alim, tegas, dan sederhana, bukan mereka yang bergelimang dalam gemerlap kemewahan dunia dan toleran pada kemungkaran. Lisannya adalah perisai bagi dakwah, bukan tameng bagi kekuasaan.
Belakangan ini umat Islam dibuat bingung dengan munculnya orang yang mengaku ulama, namun bersikap lunak terhadap kemungkaran, bahkan secara tidak langsung mendukung kemungkaran itu sendiri. Bayangkan, seorang Ketua Umum PBNU seperti Said Aqil Siradj dengan entengnya mengatakan, “Sejuta Lady Gaga, Sejuta Irshad Manji, tidak akan mengurangi keimanan warga NU.” Padahal, jelas-jelas bahwa apa yang dilakukan Lady Gaga dan Irshad Manji adalah kemungkaran yang bisa merusak keimanan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja mengatakan bahawa iman itu terkadang bertambah dan terkadang berkurang. Atau dalam sabda yang lain beliau mengatakan, “Perbaruilah iman kalian…”
Sungguh, alangkah suramnya masa depan kaum Muslimin di negeri ini, jika seorang pemimpin ormas Islamnya tidak percaya diri dengan syariat Islam yang sempurna, yang cukup dan cakap dalam mengatur kehidupan kita dari bangun tidur sampai tidur lagi. Sungguh celaka bagi mereka  percaya bahwa ada ideologi buatan manusia yang mampu mengatur hidup kita, sehingga harus dipertahankan sampai akhir hayat. Ulama seperti ini biasanya menari di atas tabuhan genderang penguasa, menyanyi dalam alunan syahdu kemewahan dan gemerlapnya dunia. Duhai, alangkah nestapanya umat Islam di negeri ini!
Lalu, siapakah yang pantas disebut sebagai ulama? Allahyarham Buya Hamka, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, menulis di Majalah Mimbar Agama, tahun 1951:
“Pemimpin agama; ulama, kiai, labai, ajengan, itulah waris daripada Nabi-nabi. Nabi yang tidak meninggalkan harta benda, tetapi meninggalkan pengajaran dan tuntunan kepada umat manusia. Ulama adalah pelita di waktu sangat gelap. Ulama adalah petunjuk jalan di belukar hidup yang tak tentu arah. Ulama adalah pemberontak kepada kesewenang-wenangan, melawan kezaliman dan aniaya.
Kebesaran ulama terletak dalam jiwa, bukan dalam pakaiannya yang menterang, baik jubah dan serban, atau tasbih dan tongkat kebesaran. Sayangnya ia pada seseorang karena Allah. Dari matanya terpancar cahaya keyakinan dan iman. Mereka berani menyatakan kebenaran, menyaksikan kebenaran, memberikan nasihat, berdasarkan kepada hukum-hukum yang diturunkan Tuhan. Tidak memutar-mutar, memusing-musing arti perintah Allah, karena mengharapkan ridha dari kekuasaan manusia. Sekali-kali tidak sudi  menyembunyikan kebenaran, padahal mereka tahu.
Mereka (ulama) mulia dan bergengsi tinggi karena iman dan kepercayaannya. Kalimat Allahu Akbar, Allah Mahabesar, telah mempengaruhi jalan hidupnya. Maka lantaran itu tidaklah pernah mereka merasa rendah diri terhadap sesama makhluk. Bagaimanapun besar kekuasaan seseorang manusia dan megahnya, namun bagi ulama sudah ada keputusan yang tetap, bahwa kegagahan dan kekuasaan yang tidak terbatas kalau hanya ada pada tangan manusia, tidaklah lebih daripada Namrud dan Fir’aun.
Mereka (ulama) kuat karena tidak pernah menengadahkan tangannya kepada sesama makhluk. Maka oleh karena kuat dan teguhnya semangat ulama, kerap terjadi kepala-kepala negara itulah yang terpaksa mengambil muka kepada ulama…
Ulama yang sejati tidaklah terikat oleh kemegahan nafsu dunia yang fana dan maya ini. Apa yang akan menarik mereka pada dunia? Datang ke dunia tidak berpakaian suatu apa, dan kembali ke akhirat hanya dengan kain kafan tiga lapis. Sebab itu, maka perutnya tidaklah menguasai dadanya, dan kepalanya tidak berat, yang menyebabkan timbul kantuk karena terlalu banyak memakan pemberian orang kaya atau orang-orang berkuasa…
Mereka (ulama) menempuh beribu macam kesulitan, dan mereka tahu akan kesulitan itu. Bilamana mereka telah tertegun melangkah, karena sulit rumitnya yang akan dihadapi, tiba-tiba mereka bangun kembali, sebab terdengung pula kembali di telinga mereka, “Al-Ulama waratsatul Anbiya”, Ulama adalah penyambut warisan Nabi. Lantaran itu, mereka pun berjalan terus…”
Nasihat kepada ulama atau dai juga disuarakan oleh Allahyarham Mohammad Natsir, Perdana Menteri RI (1950-51), pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Dalam sebuah tulisannya, Natsir mengatakan:
“Jiwa seorang dai harus merdeka dari sifat ananiyah (egoisme) yang menjerumuskan sang dai pada sikap takabbur, riya’ dan ujub (ingin dikagumi). Jika sifat ananiyah sudah masuk ke dalam niat tempat bertolak, maka akan muncul sikap hendak memenuhi selera orang banyak, yang ujung-ujungnya kembali kepada selera “aku” pribadinya.
Di antara sikap ananiyah yang bisa hinggap pada seorang dai adalah hubbul maal (cinta harta), hubbul jaah (cinta pangkat dan jabatan), ingin dilihat dan dipuji banyak orang. Semua itu bersumber dari keinginan memperoleh balas jasa dalam arti lahir dan batin. Di bawah kekuasaan hawa ananiyah ini, seorang mubaligh mudah sekali melakukan bermacam pantangan dakwah, seperti berteras keluar, menjual tampang, berpantang rujuk, menghela surut meskipun sudah nyata keliru fatwa. Kemudian Tajammul (mencari muka) dengan mendekatkan diri mencari kesayangan orang yang berkuasa. Kalau sudah begitu, seorang mubalig atau ulama akan kehilangan harga diri, yang menjadikan lidahnya kaku, jiwanya kecut!”
Ulama adalah mereka yang berada dalam barisan kaum Muslimin, bukan berada dalam barisan penguasa, apalagi penguasa yang zalim dan aniaya. Ulama harus mengakar ke bawah, bukan merambat ke atas, menjalar perlahan-lahan dalam lingkar kekuasaan. Ulama seperti ini tak lebih dari stempel penguasa, bukan pengontrol kekuasaan.
Saat ini, kita menyaksikan banyak orang yang mengaku ulama, dai, habib dan ustadz, namun lebih senang merapat pada penguasa ketimbang umat Islam. Lisannya digunakan sebagai alat kekuasaan, bahkan menjilat dengan terang-terangan. Ketika pemerintah bermaksiat, lidahnya kelu dan kaku, tak mampu menyuarakan kebenaran. Kita butuh figur ulama yang tegas,  alim, dan sederhana, yang tidak menjadikan penguasa sebagai tempat bersandar, apalagi tempat menggelembungkan pundi-pundi kekayaan.
Kita butuh ulama yang berani menyatakan kebenaran di hadapan penguasa, bukan ulama tajammul, yang bisanya Cuma berbasa-basi dan mencari muka dengan kekuasaan. (Artawijaya)salam-online.com

Irena Handono: Jangan Pernah Masukkan Anak ke Sekolah Kristen

Kristolog Irena Handono mengatakan, kasus SMK Grafika Desa Putera  memberikan pelajaran bahwa kita sebagai orang tua harus waspada. Tentu sangat disesalkan, kalau sampai tidak mengetahui, ke mana orang tua harus menyekolahkan anaknya. “Betapa pentingnya sekolah yang Islami.Sekarang sekolah Islam yang berkualitas, bermutu tinggi, dan bergedung bagus, banyak, Alhamdulillah. Tetapi, bagaimana dengan umat yang tidak mampu? Itu yang juga harus menjadi perhatian kita,” kata mantan biarawawi Irena yang telah muallaf.
Irena mengatakan, jika kita tidak peduli terhadap saudara-saudara kita yang fakir dan miskin, maka mereka akan dididik dan diarahkan oleh para misionaris, dengan pelajaran agama Kristen, ujian dan ulangan sampai diharuskan menghafal pelajaran-pelajaran agama Kristen.
Selain Desa Putera, apakah sekolah-sekolah di bawah naungan yayasan Kristen lainnya berpola sama? Irena menjelaskan, kalau di sekolah yang nyata-nyata memasang bendera Kristen, tentu mereka menjalankan visi-misi Kristennya. Ada  kewajiban, setiap siswa yang belajar di sekolah Kristen itu harus masuk ke gereja setiap bulannya. “Rata-rata, semuanya begitu, di manapun, mulai dari Jakarta sampai ke ujung-ujung.”
Irena yang berpendidikan Institut Filsafat Teologia Katolik (Seminari  Agung) memberi contoh, sekolah-sekolah Kristen di Jakarta, seperti Vincentius, Ursula, semuanya sama. Begitu pula di Surabaya, seperti Santarisa, Gabriel, Santa Anis, Santa Maria, Vanlue, termasuk di tempat Irena dahulu mengecap pendidikan.
Ketika ditanya, mengapa orang Islam menyekolahkan anaknya ke sekolah Kristen? Kata Irena, boleh jadi karena pandangan orang tua, bahwa sekolah tersebut terkenal disiplin dan mutunya yang tinggi. Untuk belajar di sekolah Kristen, pihak sekolah tentu memberi persyaratan kepada siswa muslim, yaitu mereka akan mendapat pengajaran agama Kristen atau Katolik, termasuk ujian dan ulangannya, bahkan ke gereja setiap satu bulan sekali. Desastian
voa-islam.com

Ketika Istri Menolak Ajakan Suami untuk Berhubungan

Ketika Istri Menolak Ajakan Suami untuk Berhubungan (1)
Permasalahan dalam rumah tangga sering dipicu dari urusan ranjang yang tidak beres antara suami-istri.

Banyak pertanyaan dalam keluarga Muslim, apakah boleh seorang istri menolak ajakan suaminya untuk berhubungan dengan alasan yang dianggap tidak berdasar?

Apakah ada penetapan dan batas-batas tertentu mengenai hal ini, serta apakah ada petunjuk-petunjuk yang berdasarkan syariat Islam untuk mengatur hubungan kedua pasangan, terutama dalam masalah seksual tersebut?

Menurut Syekh Yusuf Al-Qardhawi, masalah hubungan antara suami-istri mempunyai pengaruh amat besar bagi kehidupan mereka.

Maka hendaknya memerhatikan dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kesalahan dan kerusakan  terhadap  kelangsungan  hubungan suami-istri. Kesalahan yang  bertumpuk  dapat mengakibatkan kehancuran bagi kehidupan keluarganya.

Agama Islam dengan nyata tidak mengabaikan segi-segi dari kehidupan manusia  dan  kehidupan  berkeluarga, yang telah diterangkan tentang perintah dan larangannya. Semua telah tercantum dalam ajaran-ajaran Islam, misalnya mengenai akhlak, tabiat, suluk, dan sebagainya. Tidak ada satu hal pun yang diabaikan (dilalaikan).

Islam telah menetapkan pengakuan bagi fitrah manusia dan dorongannya akan seksual, serta ditentangnya tindakan ekstrim yang condong menganggap hal itu kotor.

Oleh karena itu, Islam melarang bagi orang yang hendak menghilangkan dan memfungsikannya dengan cara menentang orang yang berkehendak untuk selamanya menjadi bujang dan meninggalkan sunnah Nabi SAW, yaitu menikah.

Nabi SAW telah menyatakan dalam sabda beliau, "Aku lebih mengenal Allah daripada kamu dan aku lebih khusyuk kepada Allah daripada kamu. Tetapi aku bangun malam, kemudian aku tidur. Aku berpuasa dan aku juga berbuka. Aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang (mengakui) sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku."

Islam juga menerangkan atas hal-hal kedua pasangan setelah pernikahan, mengenai hubungannya dengan cara menerima dorongan akan masalah-masalah seksual, bahkan mengerjakannya dianggap suatu ibadah.

Sebagaimana keterangan Nabi SAW, "Di kemaluan kamu ada sedekah (pahala)."

Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ketika kami berhubungan suami istri dengan istri akan mendapat pahala?"

Rasulullah SAW menjawab, "Ya. Andaikata berhubungan suami istri pada tempat yang dilarang (diharamkan) itu berdosa. Begitu juga dilakukan pada tempat yang halal, pasti mendapat pahala. Kamu hanya menghitung hal-hal yang buruk saja, akan tetapi tidak  menghitung hal-hal yang baik."

Berdasarkan tabiat dan fitrah, biasanya pihak laki-laki yang lebih agresif, tidak memiliki kesabaran dan kurang dapat menahan diri. Sebaliknya, wanita itu bersikap pemalu dan dapat menahan diri.

Karenanya, diharuskan bagi wanita menerima dan menaati panggilan suami. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis, "Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera  datang, walaupun dia sedang masak." (HR. Tirmidzi, dikatakan bahwa hadis ini hasan).

Dianjurkan oleh Nabi SAW supaya si istri jangan sampai menolak kehendak suaminya tanpa alasan. Sebab, hal tersebut dapat menimbulkan  kemarahan  atau  menyebabkannya  menyimpang  ke jalan yang tidak baik, atau membuatnya gelisah dan tegang.

Nabi SAW telah bersabda, "Jika  suami  mengajak  tidur  si  istri  lalu  dia menolak, kemudian  suaminya  marah  kepadanya,  maka  malaikat akan melaknat dia sampai pagi." (HR. Muttafaq Alaih).

Keadaan  yang  demikian  itu  jika  dilakukan tanpa uzur dan alasan yang masuk akal. Misalnya sakit, letih,  berhalangan, atau hal-hal yang layak. Bagi suami, supaya menjaga hal itu, menerima alasan tersebut, dan sadar bahwa Allah SWT adalah Tuhan  bagi  hamba-hamba-Nya  Yang  Mahapemberi rezeki dan hidayat, dengan menerima uzur hamba-Nya. Dan hendaknya hamba-Nya juga menerima uzur tersebut.

Selanjutnya, Islam telah melarang bagi seorang istri yang berpuasa sunnah tanpa seizin suaminya, karena baginya lebih diutamakan untuk memelihara haknya daripada mendapat pahala puasa.

Nabi SAW bersabda, "Dilarang bagi si istri (puasa sunah) sedangkan suaminya ada, kecuali dengan izinnya." (HR. Muttafaq Alaih).

Disamping dipeliharanya hak kaum laki-laki (suami) dalam Islam, tidak lupa hak wanita (istri) juga harus dipelihara dalam segala hal. Nabi SAW menyatakan kepada laki-laki (suami) yang terus-menerus puasa dan bangun malam.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya bagi jasadmu ada hak dan bagi keluargamu (istrimu) ada hak."

Abu Hamid Al-Ghazali, ahli fikih dan tasawuf dalam kitab “Ihya'” mengenai adab berhubungan suami istri, berkata, "Disunahkan memulainya dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim dan berdoa, sebagaimana Nabi SAW bersabda, ‘Ya Allah, jauhkanlah aku dan setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau berikan kepadaku'."

Rasulullah  SAW melanjutkan sabdanya, "Jika mendapat anak, maka tidak akan diganggu oleh setan."

Al-Ghazali berkata, "Dalam  suasana  ini  (akan  berhubungan suami istri) hendaknya didahului dengan kata-kata manis, bermesra-mesraan dan sebagainya. Dan menutup diri mereka dengan selimut, jangan telanjang menyerupai binatang. Sang suami harus memelihara suasana dan menyesuaikan diri, sehingga kedua pasangan sama-sama dapat menikmati dan merasa puas."

Berkata Al-Imam Abu Abdullah Ibnul Qayyim dalam kitabnya, “Zadul Ma'ad Fi Hadi Khairul  Ibad”,  mengenai sunah Nabi SAW dan keterangannya dalam cara berhubungan suami istri. “Tujuan utama dari jimak (berhubungan suami istri) itu ialah:

1. Dipeliharanya nasab (keturunan), sehingga mencapai jumlah yang ditetapkan menurut takdir Allah.

2. Mengeluarkan air yang dapat mengganggu kesehatan badan jika ditahan terus.

3. Mencapai maksud dan merasakan kenikmatan, sebagaimana  kelak di surga.

Ditambah lagi mengenai manfaatnya, yaitu menundukkan pandangan,  menahan  nafsu,  menguatkan  jiwa dan agar tidak berbuat  serong  bagi  kedua  pasangan.

Nabi SAW telah menyatakan, "Yang aku cintai diantara duniamu adalah wanita dan wewangian."

Selanjutnya Nabi SAW bersabda, "Wahai para pemuda! Barangsiapa yang mampu melaksanakan pernikahan, maka hendaknya menikah. Sesungguhnya hal itu menundukkan penglihatan dan memelihara kemaluan."

Kemudian Ibnul Qayyim berkata, "Sebaiknya sebelum berhubungan suami istri hendaknya  diajak bersenda-gurau dan menciumnya, sebagaimana Rasulullah SAW melakukannya."

Ini semua menunjukkan bahwa para ulama dalam  usaha  mencari jalan  baik  tidak  bersifat konservatif, bahkan tidak kalah kemajuannya daripada penemuan-penemuan  atau  pendapat  masa kini.

Yang  dapat  disimpulkan  di  sini adalah bahwa sesungguhnya Islam  telah  mengenal  hubungan  seksual   diantara   kedua pasangan,   suami   istri,   yang  telah  diterangkan  dalam Alquranul  Karim pada Surah Al-Baqarah,  yang ada hubungannya dengan peraturan keluarga.

Firman Allah SWT, "Dihalalkan  bagi  kamu  pada  malam  hari  puasa, bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah  pakaian  bagimu, dan  kamu  pun  adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat  menahan  nafsumu,  karena  itu, Allah  mengampuni  kamu  dan  memberi  maaf  kepadamu."

".. maka sekarang campurilah  mereka  dan  ikutilah  apa  yang  telah ditetapkan  Allah  untukmu,  dan makan minumlah kamu, hingga jelas bagimu benang putih dari benang  hitam,  yaitu  fajar. Kemudian,  sempurnakanlah  puasa  itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beriktikaf dalam  masjid.  Itulah  larangan  Allah, maka janganlah kamu mendekatinya." (QS. Al-Baqarah: 187).

Tidak ada kata yang lebih indah, serta lebih benar, mengenai hubungan  antara suami-istri, kecuali yang telah disebutkan.Yaitu, "Mereka itu adalah  pakaian  bagimu,  dan  kamu  pun  adalah pakaian bagi mereka." (QS. Al-Baqarah: 187).

Pada ayat lain juga diterangkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah! Haid itu adalah suatu kotoran.”

“Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.  Apabila  mereka telah  suci  maka  campurilah  mereka  itu  di  tempat  yang diperintahkan Allah kepadamu.  Sesungguhnya  Allah  menyukai orang-orang  yang  bertobat  dan  menyukai  orang-orang yang menyucikan diri.”

“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah  tempat  kamu  bercocok tanam,  maka  datangilah  tanah  tempat bercocok tanammu itu dengan cara bagaimana saja kamu kehendaki.  Dan  kerjakanlah (amal  yang  baik)  untuk  dirimu,  dan takwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan  menemui-Nya.  Dan berilah  kabar gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS. Albaqarah: 222-223).

Maka, semua hadis yang  menafsirkan  bahwa  dijauhinya  yang disebut  pada ayat di atas, hanya masalah persetubuhan saja. Selain itu, apa saja yang dapat dilakukan, tidak dilarang.

Pada ayat di atas disebutkan,"Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu dengan  cara bagaimanapun kamu kehendaki." (QS. Al-Baqarah: 223).

Tidak ada suatu perhatian yang melebihi daripada disebutnya masalah dan undang-undang atau peraturannya dalam Alquranul Karim secara langsung, sebagaimana diterangkan di atas.
republika